Jumat 25 Jul 2025 12:01 WIB

BPS: Rokok Jadi Kontributor Kedua Terbesar Garis Kemiskinan

Setelah beras, rokok kretek filter menyumbang besar pada kebutuhan dasar warga.

Rep: Muhammad Nursyamsyi/ Red: Friska Yolandha
Suasana permukiman padat penduduk di kawasan Kebon Melati, Jakarta, Ahad (15/6/2025). Data terakhir Bank Dunia menyebutkan angka kemiskinan di Indonesia melonjak drastis hingga menyentuh angka 194,6 juta jiwa sesuai hitungan baru Bank Dunia pada Juni 2025. Namun, angka ini nampak jauh berbeda dengan hitungan kemiskinan yang terakhir kali dirilis BPS. Tingkat kemiskinan Indonesia per September 2024, dalam rilisan BPS, hanya sebesar 8,57% atau sekitar 24,06 juta jiwa.
Foto: Republika/Prayogi
Suasana permukiman padat penduduk di kawasan Kebon Melati, Jakarta, Ahad (15/6/2025). Data terakhir Bank Dunia menyebutkan angka kemiskinan di Indonesia melonjak drastis hingga menyentuh angka 194,6 juta jiwa sesuai hitungan baru Bank Dunia pada Juni 2025. Namun, angka ini nampak jauh berbeda dengan hitungan kemiskinan yang terakhir kali dirilis BPS. Tingkat kemiskinan Indonesia per September 2024, dalam rilisan BPS, hanya sebesar 8,57% atau sekitar 24,06 juta jiwa.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Badan Pusat Statistik (BPS) mengumumkan jumlah penduduk miskin pada Maret 2025 sebesar 23,85 juta orang atau turun 0,20 juta orang dibandingkan September 2024 dan menurun 1,37 juta orang pada Maret 2024. Deputi Bidang Statistik Sosial BPS Ateng Hartono mengatakan hal tersebut berdasarkan Garis Kemiskinan (GK) pada Maret 2025 sebesar Rp 609.160 per kapita per bulan atau naik 2,34 persen dari September 2024.

"Garis Kemiskinan merupakan suatu nilai pengeluaran minimum kebutuhan makanan dan bukan makanan yang harus dipenuhi agar tidak dikategorikan miskin," ujar Ateng saat rilis BPS terkait Profil Kemiskinan di Indonesia Kondisi Maret 2025 dan Tingkat Ketimpangan Pengeluaran Penduduk Indonesia Kondisi Maret 2025 di Kantor BPS, Jakarta, Jumat (25/7/2025).

Baca Juga

Ateng menyebut komoditas makanan memberikan sumbangan terbesar pada garis kemiskinan, baik di perkotaan maupun di perdesaan sebesar 74,58 persen dibandingkan garis kemiskinan bukan makanan yang sebesar 25,42 persen. Ateng mengatakan beras masih memberi sumbangan terbesar, yakni sebesar 21,06 persen di perkotaan dan 24,91 persen di perdesaan. 

"Rokok kretek filter memberikan sumbangan terbesar kedua terhadap GK (10,72 persen di perkotaan dan 9,99 persen di perdesaan)," sambung Ateng. 

Komoditas lainnya, Ateng katakan, meliputi telur ayam ras, daging ayam ras, mie instan, kopi bubuk & kopi instan, dan seterusnya. Sementara komoditas bukan makanan yang memberikan sumbangan terbesar, baik pada GK perkotaan dan perdesaan, adalah perumahan, bensin, dan listrik.

Ateng menambahkan garis kemiskinan per rumah tangga miskin pada Maret 2025 tercatat sebesar Rp 2.875.235 per bulan atau naik sebesar 2,56 persen dibandingkan September 2024 yang sebesar Rp 2.803.590 per bulan.

"Persoalan kemiskinan bukan hanya sekadar berapa jumlah dan persentase penduduk miskin. Dimensi lain yang perlu diperhatikan adalah tingkat kedalaman dan keparahan dari kemiskinan," sambung dia. 

Ateng menyampaikan indeks kedalaman kemiskinan yang ukuran rata-rata kesenjangan pengeluaran masing-masing penduduk miskin terhadap Garis Kemiskinan di perdesaan mencapai 1,811 atau lebih tinggi dari perkotaan sebesar 1,061 pada Maret 2025. Sementara indeks keparahan kemiskinan yang menggambarkan penyebaran pengeluaran di antara penduduk miskin di perdesaan sebesar 0,427 atau lebih tinggi dari perkotaan yang 0,245.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement

Rekomendasi

Advertisement