Jumat 25 Jul 2025 09:42 WIB

Penduduk Miskin pada Maret 2025 Turun Jadi 23,85 Juta Orang

Jumlah tersebut turun sebesar 0,2 juta orang dibandingkan September 2024.

Rep: Muhammad Nursyamsyi/ Red: Friska Yolandha
Anak -anak bermain di permukiman padat penduduk di kawasan Kebon Melati, Jakarta, Ahad (15/6/2025). Data terakhir Bank Dunia menyebutkan angka kemiskinan di Indonesia melonjak drastis hingga menyentuh angka 194,6 juta jiwa sesuai hitungan baru Bank Dunia pada Juni 2025. Namun, angka ini nampak jauh berbeda dengan hitungan kemiskinan yang terakhir kali dirilis BPS. Tingkat kemiskinan Indonesia per September 2024, dalam rilisan BPS, hanya sebesar 8,57% atau sekitar 24,06 juta jiwa.
Foto: Republika/Prayogi
Anak -anak bermain di permukiman padat penduduk di kawasan Kebon Melati, Jakarta, Ahad (15/6/2025). Data terakhir Bank Dunia menyebutkan angka kemiskinan di Indonesia melonjak drastis hingga menyentuh angka 194,6 juta jiwa sesuai hitungan baru Bank Dunia pada Juni 2025. Namun, angka ini nampak jauh berbeda dengan hitungan kemiskinan yang terakhir kali dirilis BPS. Tingkat kemiskinan Indonesia per September 2024, dalam rilisan BPS, hanya sebesar 8,57% atau sekitar 24,06 juta jiwa.

REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA -- Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat jumlah penduduk miskin di Indonesia pada Maret 2025 mencapai 23,85 juta orang. Deputi Bidang Statistik Sosial BPS Ateng Hartono mengatakan jumlah tersebut mengalami penurunan sebesar 0,2 juta orang jika dibandingkan dengan kondisi pada September 2024 yang tercatat sebanyak 24,06 juta orang.

"Dari sisi persentasenya, tingkat kemiskinan nasional turun menjadi 8,47 persen, lebih rendah 0,1 persen poin dibandingkan September 2024," ujar Ateng saat rilis BPS di Jakarta, Jumat (25/7/2025).

Baca Juga

Ateng menyampaikan tren penurunan ini menunjukkan perbaikan kondisi sosial ekonomi dalam dua tahun terakhir. Sebelumnya, pada periode September 2022 dibandingkan Maret 2022, tingkat kemiskinan justru sempat mengalami kenaikan sebesar 0,03 persen poin.

"Namun sejak Maret 2023 sampai Maret 2025, kita melihat tingkat kemiskinan secara bertahap terus menurun,” ucap Ateng.

Kendati demikian, BPS menekankan penurunan secara agregat tersebut tidak serta-merta menutup adanya ketimpangan spasial antarwilayah. Ateng mengatakan tingkat kemiskinan di daerah pedesaan masih jauh lebih tinggi dibandingkan dengan daerah perkotaan berdasarkan persentase penduduk miskin. 

"Kalau kita lihat di grafiknya, ada disparitas atau ketimpangan kemiskinan antara kemiskinan perkotaan dan pedesaan," ungkap Ateng.

Pada Maret 2025, sambung Ateng, tingkat kemiskinan di wilayah perkotaan tercatat sebesar 6,73 persen, sedangkan di wilayah pedesaan mencapai 11,03 persen. Hal ini menunjukkan beban kemiskinan lebih banyak ditanggung oleh masyarakat desa dibandingkan kota. 

"Desa lebih banyak yang miskin dari perkotaan terhadap penduduk masing-masing wilayahnya," lanjut Ateng.

Meski demikian, Ateng sampaikan, penurunan angka kemiskinan lebih signifikan terjadi di pedesaan. Persentase kemiskinan di desa pada Maret 2025 turun sebesar 0,31 persen poin dari sebelumnya 11,34 persen pada September 2024. 

"Sementara itu, untuk daerah perkotaan justru mengalami kenaikan sebesar 0,07 persen poin dari 6,66 persen menjadi 6,73 persen," ungkap Ateng.

Dalam menjelaskan indikator kemiskinan, Ateng sampaikan, BPS merujuk pada pengeluaran per kapita yang berada di bawah garis kemiskinan. Pada Maret 2025, garis kemiskinan ditetapkan sebesar Rp 609.160 per kapita per bulan berdasarkan hasil Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas). 

"Garis kemiskinan tersebut mengalami kenaikan 2,34 persen jika kita bandingkan dengan September 2024 yang sebesar Rp 595.242,” kata Ateng.

 

 
 
 
Lihat postingan ini di Instagram
 
 
 

Sebuah kiriman dibagikan oleh Republika Online (@republikaonline)

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement

Rekomendasi

Advertisement