REPUBLIKA.CO.ID, NEW YORK -- Harga minyak dunia jatuh ke tingkat terendah dalam 12 tahun pada Kamis (7/1) atau Jumat pagi (8/1). Hal ini karena gejolak pasar Cina meningkatkan kekhawatiran tentang keadaan konsumen minyak mentah terbesar kedua di dunia itu.
Patokan AS, minyak mentah light sweet atau West Texas Intermediate (WTI) untuk pengiriman Februari, turun 70 sen atau 2,1 persen menjadi berakhir di 33,75 dolar AS per barel di New York Mercantile Exchange. WTI telah mencapai angka serendah 32,10 dolar AS di perdagangan Eropa. Sebelumnya, tingkat yang terakhir terlihat pada Desember 2003.
Di London, untuk patokan Eropa, minyak mentah Brent North Sea untuk penyerahan Februari turun 48 sen (1,4 persen) menjadi ditutup pada 33,75 dolar AS per barel. Sebelumnya Brent telah jatuh ke 32,16 dolar AS, level terendah sejak April 2004.
Tim Evans dari Citi Futures mengatakan aksi jual terjadi setelah penurunan tajam tujuh persen dalam ekuitas Cina yang memicu aliran perdagangan penghindaran risiko yang lebih luas. Karena para investor di seluruh dunia semakin khawatir."
"Pasar telah mampu pulih karena perburuan harga murah di tingkat lebih rendah, ini menunjukkan kelebihan jual yang cukup untuk bergeser ke mode konsolidasi, tapi kami melihat pasar masih memiliki fundamental yang rapuh, dengan kembalinya barel Iran yang saat ini ditahan oleh sanksi masih akan datang," kata Evans.
Harga minyak telah jatuh tajam sejak awal Tahun Baru 2016 karena kekhawatiran dari Cina. Tetapi sebagian juga karena kekhawatiran bahwa konflik yang sedang berlangsung antara produsen penting minyak yakni Iran dan Arab Saudi akan meredupkan prospek penurunan produksi.
Organisasi Negara-negara Pengekspor Minyak (OPEC), yang mencakup kedua negara tersebut, secara efektif menjatuhkan batas produksi mereka pada awal Desember, meskipun sedang kelebihan pasokan global.