REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA-- Perusahaan pembiayaan syariah dinilai tidak bisa hanya mengandalkan pelonggaran uang muka sebagai pendorong pertumbuhan. Perusahaan tersebut dinilai bisa mengeluarkan produk baru untuk mendorong pertumbuhan.
Direktur Industri Keuangan Nonbank Syariah Otoritas Jasa Keuangan (IKNB Syariah OJK) Moch Muchlasin mengatakan, efek pelonggaran uang muka mungkin akan mendorong pertumbuhan pembiayaan syariah sekitar 30 persen. Muchlasin menilai agak sulit jika dengan faktor tunggal semacam ini perusahaan pembiayaan akan tumbuh tinggi seperti sebelumnya.
''Butuh cara lain untuk mendorong lebih cepat. Karena kalau uang muka terlalu rendah, risiko di perusahaan pembiayaan naik. OJK sedang mencari formulasi terbaik,'' kata Muchlasin, belum lama ini.
OJK sudah membuka kesempatan sejak tahun ini bagi perusahaan pembiayaan syariah untuk inovasi produk baru misalnya pembiayaan rumah. Produk ini memungkinkan perusahaan pembiayaan memberikan likuiditas segar dulu kepada pemilik yang akan menjual rumah itu.
Perusahaan pembiayaan kemudian mewakili pemilik rumah untuk menjualkan aset yang dimaksud (wakalah). Saat rumah laku, perusahaan pembiayaan bisa mendapat untung. ''Inovasi lain bisa juga terkait umrah. Itu masih ditinjau,'' kata Muchlasin.
OJK juga sedang mengembangkan kanal distribusi produk pembiayaan syariah melalui agen. Selama ini, distribusi produk pembiayaan syariah kendaraan bermotor tergantung dealer.
Agen-agen diharapkan bisa menjangkau masyarakat bawah. Muchlasih mengakui ini harus didukung sistem identitas tunggal (SID) yang kuat. ''Kami sedang lihat kemungkinannya. Makanya harus ada modal dulu. Kalau ada modal, induknya jadi peduli,'' kata Muchlasin.
Dari data OJK per September 2015, aset industri pembiayaan pembiayaan syariah mencapai Rp 20,890 triliun, turun sekitar Rp 2,2 triliun dari Rp 22,601 triliun untuk periode yang sama 2014.
Piutang per September 2015 mencapai Rp 16,270 triliun, naik tipis dari Rp 15,848 triliun pada Januari 2015. Kenaikan juga dicatat sewa pembiayaan (ijarah) yang mencapai Rp 2,081 triliun per Septmber 2015, naik Rp 31 miliar dari Januari 2015.