Senin 03 Aug 2015 21:57 WIB

Pemerintah Diminta Pikir Ulang Naikkan Cukai Rokok Kretek Nasional

Muhammad Misbakhun
Foto: ANTARA/Ismar Patrizki
Muhammad Misbakhun

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pemerintah didesak menaikkan cukai rokok hingga 57 persen. Namun desakan yang disuarakan oleh kelompok anti-tembakau itu harus dilihat secara fair. Jangan sampai kenaikan cukai justru memberikan dampak negatif.

"Pemerintah harus memperhatikan dampak kenaikan cukai, seperti PHK massal, dan gulung tikarnya perusahaan rokok golongan kecil dan menengah," ujar anggota Komisi XI DPR RI, Mukhamad Misbakhun Senin (3/8).

Ia menyampaikan, pada tahun 2014 banyak perusahaan rokok yang terpaksa melakukan pemutusan hubungan kerja (PHK) terhadap buruhnya. Antara lain perusahaan rokok Bentoel di Malang yang mem-PHK 1.000-an buruhnya, HM Sampoerna PHK sekitar 4.900 buruh di dua pabriknya juga Gudang Garam Kediri yang melakukan PHK sekitar 2.000 buruh.

Dampak kenaikan cukai rokok juga berdampak pada gulung tikarnya pabrik rokok. Tahun 2009, jumlah pabrik rokok sekitar 4.900. Sementara, tahun 2012, jumlah pabrik rokok berkurang menjadi 1.000.

“Makin tinggi nilai cukai, makin besar potensi kematian pabrik, dimulai dari golongan menengah ke bawah,” ujarnya.

Karena itu ia meminta pemerintah berpikir ulang untuk menaikkan cukai rokok pada industri kretek nasional. Aspek ekonomi-nasional harus jadi pertinbangan dasar. Terlebih penerimaan cukai rokok tiap tahunnya juga selalu dinaikkan demi meningkatkan sumber penerimaan negara.

Tahun ini saja Pemerintah menargetkan penerimaan cukai rokok sebesar Rp 139 triliun. Sementara, tahun 2014, realiasasi cukai tembakau mencapai Rp 116 trilun. Artinya, tren penerimaan/pendapatan negara sektor cukai tembakau juga terus meningkat dari tiap tahun anggaran.

"Kita butuh penerimaan negara dari cukai, tapi ada aspek ekonomi yang lebih penting dari sekadar menaikkan pemerimaan negara dari cukai rokok," katanya.

Politisi Golkar ini mengatakan, pemerintah bisa mengalihkan peningkatan pendapatan negara di luar cukai rokok. Minuman berpemanis gula bisa menjadi alternatif pengenaan obyek cukai baru.

Anggota Baleg DPR ini mengatakan jenis minuman ini sesungguhnya peredarannya harus dikendalikan, sehingga patut untuk dikenai cukai. Minuman ini peredarannya massif, bahkan dikonsumsi oleh semua kelompok umur tanpa ada peringatan bahaya bagi pengonsumsinya.

“Pemerintah jangan lagi menaikkan cukai rokok terus menerus dikaitkan dengan isu kampanye untuk kesehatan,” ujarnya, dalam pernyataan tertulis.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement