Selasa 05 May 2015 17:50 WIB

MEA Dinilai Dongkrak Peluang Indonesia di Perekonomian Dunia

Masyarakat Ekonomi ASEAN
Foto: blogspot.com
Masyarakat Ekonomi ASEAN

REPUBLIKA.CO.ID, PALEMBANG -- Mantan menteri pendayagunaan BUMN, Tanri Abeng berpendapat Masyarakat Ekonomi ASEAN yang diberlakukan akhir 2015 menjadi peluang bagi Indonesia untuk bersinar di tengah memudarnya perekonomian di Brasil, Rusia, India, dan Tiongkok.

Tanri di Palembang, Selasa, dalam seminar bertajuk "Unsri Dalam Menghadapi MEA 2015" di aula pascasarjana Universitas Sriwijaya (Unsri), menegaskan peluang Indonesia untuk bersinar ini sudah dibicarakan di negara-negara Eropa sejak beberapa tahun lalu. Bahkan Indonesia sudah masuk dalam negara 'New BRIC' atau dikenal dengan sebutan 'MINT', yakni Meksiko, Indonesia, Nigeria, dan Turki.

"Saya baru dari Eropa, ternyata 'MINT' ini ramai dibicarakan di sana. Artinya Indonesia sudah diperhitungkan dunia dalam berbagai sektor, dan peluang untuk menjadi negara yang lebih baik lagi akan semakin terbuka dengan adanya MEA ini," kata Tanri.

Menteri era pemerintahan Presiden Soeharto dan BJ Habibie ini menjadi pembicara bersama alumni Unsri Fahmi Idris (Kepala BPJS), dan mantan Dirjen dikti, Satryo Soemantri Brodjonegoro menjelang pemilihan rektor Unsri masa jabatan 2015-2019.

Namun Tanri mengingatkan, di balik peluang itu, terselip juga tantangan mengingat Indonesia masih rendah daya saingnya jika dibandingkan negara-negara di ASEAN. Meski Indonesia berada pada urutan 44 untuk daya saing secara global di dunia, menurut Tanri, hal itu lantaran dibantu pasar dalam negeri yang besar dan keadaan ekonomi makro yang relatif stabil.

"MEA tidak dapat terlepas dari daya saing, karena di sinilah akan terlihat, Indonesia bakal maju atau mundur setelah MEA. Jika bicara daya saing, saya harus berkata sejujurnya bahwa negeri ini sangat parah," imbuhnya.

Ketertinggalan lain Indonesia, menurutnya, terlihat dari sektor bisnis yang berada para urutan 128 di dunia, atau di bawah Vietnam (99), Brunei Darussalam (79), Thailand (18), Malaysia (12), dan Singapura (1). Kemudian, pada bidang pengembangan sumberdaya manusia, Indonesia berada para urutan 121 atau tertinggal cukup jauh dari Singapura (18), Brunei Darussalam (30), Malaysia (64), Thailand (103), dan Filipina (114).

"Dan yang paling mengkhawatirkan menurut saya yakni kesenjangan pendidikan antara perkotaan dan perdesaam semakin lebar dalam 10 tahun terakhir. Pada tahun lalu masih mencatat 0,41, tapi data terbaru sudah 0,42, begitu cepatnya," ujar dia lagi.

Menurutnya, peran perguruan tinggi sangat dibutuhkan dalam mengatasi persoalan daya saing tenaga kerja Indonesia yang rendah ini, mengingat saat MEA sudah diberlakukan. Maka Indonesia tidak dapat menolak ketika lapangan kerja yang tersedia diserobot oleh tenaga kerja asing.

Kesenjangan pendidikan ini sangat berbahaya jika tidak segera diatasi, jadi ke depan perguruan tinggi bukan hanya berpikir untuk menghasilkan lulusan tapi lulusan yang siap berkarir dalam ekonomi global dan ASEAN. "Perguruan tinggi di Thailand saat ini sudah mengajarkan bahasa Indonesia sejak tiga tahun lalu. Jika Indonesia baru berpikir bagaimana menyiapkan lulusan maka sebenarnya sudah terlambat, tapi saya percaya dengan pepatah bahwa lebih baik terlambat daripada tidak sama sekali," kata Tanri.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement