Jumat 17 Apr 2015 09:34 WIB

Pekerja PLN Ingatkan Jokowi Bahaya Liberalisasi Kelistrikan

Rep: C14/ Red: Ichsan Emrald Alamsyah
Petugas melakukan pemeriksaan rutin di Pembangkit Listrik Tenaga Uap dan Gas (PLTGU) Tanjung Priok, Jakarta, Kamis (4/9).(Republika/Prayogi)
Foto: Republika/Prayogi
Petugas melakukan pemeriksaan rutin di Pembangkit Listrik Tenaga Uap dan Gas (PLTGU) Tanjung Priok, Jakarta, Kamis (4/9).(Republika/Prayogi)

REPUBLIKA.CO.ID, SURABAYA -- Pemerintah dalam jangka waktu lima tahun ke depan, memprioritaskan pembangunan pembangkit listrik di seluruh Indonesia. Diketahui, dari total 109 proyek pembangkit listrik berdaya total 36.585 mega watt (MW), sebanyak 74 proyek berkapasitas 25.904 MW akan dikerjakan oleh swasta.

Sementara itu, pemerintah dalam hal ini Perusahaan Listrik Negara (PLN) hanya mengerjakan 35 proyek berdaya 10.681 MW. Oleh karena itu, Serikat Pekerja (SP) PLN mendesak pemerintah agar mempertimbangkan ulang dampak dominasi ini bagi penentuan tarif dasar listrik (TDL).

"SP PLN telah mendesak Dirut PLN supaya mengevaluasi ini. SP PLN mendesak juga pemerintah agar (pembangkit) 35 ribu MW dibangun oleh PLN. Karena dampak yang ditimbulkan terhadap PLN dan masyarakat luas di masa yang akan datang," ujar Ketua Departemen Litbang Serikat Pekerja (SP) PLN Jumadis Abda, Kamis (17/4).

Lebih lanjut Abda menuturkan, pihaknya telah mengirimkan surat terbuka kepada Presiden Joko Widodo terkait bahaya liberalisasi pada sektor ketenagalistrikan.

"Hal ini bertentangan dengan UUD 1945 Pasal 33 ayat 1, 2, dan 3. Karena (energi listrik) menyangkut hajat hidup orang banyak maka harus dikuasai oleh negara," pungkasnya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement