REPUBLIKA.CO.ID, SURABAYA -- Pemerintah dalam jangka waktu lima tahun ke depan, memprioritaskan pembangunan pembangkit listrik di seluruh Indonesia. Diketahui, dari total 109 proyek pembangkit listrik berdaya total 36.585 mega watt (MW), sebanyak 74 proyek berkapasitas 25.904 MW akan dikerjakan oleh swasta.
Sementara itu, pemerintah dalam hal ini Perusahaan Listrik Negara (PLN) hanya mengerjakan 35 proyek berdaya 10.681 MW.
Maka dari itu, tampak jelas dominasi liberal dalam mengurus listrik, sebagai kebutuhan pokok masyarakat Indonesia. Karenanya, pemerintah agar mempertimbangkan ulang dampak dominasi ini bagi penentuan tarif dasar listrik (TDL). Demikian disampaikan Ketua Departemen Litbang Serikat Pekerja (SP) PLN Jumadis Abda.
"Inilah yang harus kita luruskan. Seharusnya Negara yang membangun (pembangkit) 35 ribu MW itu," kata Jumadis Abda dalam pesan singkat yang diterima ROL, Jumat (17/4).
Abda melanjutkan, bila pemerintah yang mendominasi, maka basis pembangkit bisa menggunakan energi primer murah, yakni gas alam pipa langsung. Namun, bila swasta yang mendominasi, lanjut Abda, maka sistem kelistrikan Indonesia akan terganggu dan tidak ekonomis (high cost). Lantaran itu, perekonomian nasional pun akan terkena imbasnya.