REPUBLIKA.CO.ID,-JAKARTA--Serikat Pekerja Perusahaan Listrik Negara (SPPLN) mendatangi gedung Kementerian Energi Sumber Daya Mineral (ESDM) untuk mendesak pemerintah menghentikan ekspor gas alam agar tarif dasar listrik (TDL) tidak perlu naik.
"Ekspor gas alam merugikan negara Rp250 triliun per tahun ditambah beban rakyat yang harus membeli energi primer yang mahal sebesar Rp137 triliun per tahun," kata Ketua Umum SPPLN Deden Adityadharma di Jakarta, Kamis.
Dalam aksi damai yang melibatkan sekitar puluhan orang, SPPLN menyatakan penyebab mahalnya energi adalah ekspor gas alam yang dilakukan oleh pemerintah berdasarkan kontrak-kontrak gas alam sehingga rakyat Indonesia hanya mendapat energi sisa yang mahal.
Menurut Deden, ada lima kontrak gas alam lama yang harus dihentikan yang berasal dari operasi di Blok Mahakam, Blok West Natuna untuk suplai gas ke Malaysia dan Singapura, Blok Grissik Sumatera, Blok Tangguh di Irian, dan Blok Senoro di Sulawesi.
Selain itu, ada tiga kontrak gas alam yang menurut SP PLN akan dijual ke asing. Ketiga kontrak tersebut berasal dari operasi Blok IDD Selat Makassar, Blok Natuna Timur, dan Blok Masela.
Ketua Departemen Litbang/Tim Energi Primer SPPLN Jumadis Abda menyatakan bahwa bila ekspor gas alam dihentikan dan dialihkan ke PLN maka PLN dapat menghemat biaya sehingga tidak membutuhkan subsidi bahkan tidak perlu menaikkan TDL.
DPR RI menyetujui usulan pemerintah mengenai kenaikan TDL untuk enam golongan pelanggan mulai 1 Juli 2014.
Persetujuan itu diputuskan setelah Wakil Ketua Komisi VII DPR Ahmad Farial, Selasa (10/6) mengetuk palu persetujuan kenaikan TDL dalam rapat kerja dengan Menteri ESDM Jero Wacik di Jakarta.