Kamis 12 Mar 2015 11:21 WIB

IMF Perkirakan Negara Maju akan Terima Kabar Baik

Christine Lagarde.
Foto: Guardian.co.uk
Christine Lagarde.

REPUBLIKA.CO.ID, BERLIN -- Ketua IMF Christine Lagarde mengatakan bahwa negara-negara maju utama akan melihat "berita lebih baik" berkat minyak murah, perubahan mata uang dan suku bunga rendah yang mendorong investasi.

"Untuk pertama kali dalam waktu lama secara jelas ada beberapa berita yang relatif lebih baik pada negara-negara maju di masa mendatang. Dan ini tidak terjadi dalam beberapa waktu," kata dia di Berlin, Rabu (12/3).

"Kami jelas memiliki 'rebound' ekonomi di AS, perbaikan dan pertumbuhan baik diperlihatkan di Inggris, dan kawasan euro juga kini berubah arah," kata Lagarde dalam konferensi pers bersama dengan Kanselir Jerman Angela Merkel dan kepala Bank Dunia, WTO, ILO serta OECD.

Untuk zona euro yang telah lama dalam kesulitan, dia mengatakan bahwa IMF telah memiliki hasil yang baik, lebih baik dari yang diharapkan selama kuartal keempat dan tanda-tanda bahwa pertumbuhan Eropa mungkin akan berubah lebih baik dari yang diperkirakan. Ini kontras dengan pertumbuhan lebih lambat dari yang diharapkan di negara-negara 'emerging market'. "Ini adalah kasus di Tiongkok, secara sengaja, hal ini tentu terjadi di Rusia," ujarnya.

Dia mengatakan harga minyak rendah memiliki dampak yang berbeda pada negara-negara yang berbeda tetapi dianggap oleh IMF ebagai sesuatu yang positif bagi perekonomian global. Di pasar uang, kata dia, telah terjadi "apresiasi terhadap dolar serta depresiasi yen dan euro yang jelas memiliki efek pada kegiatan ekspor negara-negara mereka".

Sementara itu, ekonomi-ekonomi diuntungkan dari biaya pembiayaan yang rendah yang dibawa oleh suku bunga sangat rendah. "Jadi kita punya tiga faktor yang bertindak sebagai pemicu untuk ekonomi global dan khususnya bagi mereka negara-negara maju yang menggabungkan manfaat dari harga lebih rendah pada minyak, nilai tukar mata uang dan biaya investasi yang lebih rendah," ujarnya.

Dia menambahkan bahwa ada risiko di masa mendatang, menunjuk ke gejolak geopolitik termasuk krisis Ukraina, dan perbedaan kebijakan moneter dari ekonomi-ekonomi utama. "Kami juga akan memiliki risiko yang berasal dari kebijakan moneter yang kita lihat sedang bekerja," kata Lagarde.

"Kami mungkin akan mengharapkan kembali ke kebijakan moneter yang lebih tradisional oleh The Fed, sementara pada saat yang sama kita terus atau memperbaharui kebijakan moneter akomodatif oleh Jepang dan Bank Sentral Eropa (ECB). Jadi ini jelas akan melibatkan lebih banyak volatilitas dan juga akan memiliki dampak mata uang di negara-negara atau perusahaan-perusahaan yang telah meminjam secara ekstensif dalam pinjaman berdominasi dolar akan menderita," ujarnya.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement