REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Bank Sentral Amerika Serikat (The Federal Reserve/The Fed) memutuskan untuk mempertahankan suku bunga acuan di kisaran 4,25–4,5 persen pada Kamis dini hari (19/6/2025). Keputusan ini sejalan dengan ekspektasi pasar dan memberikan dampak terbatas terhadap iklim investasi global, yang tercatat hanya mengalami penurunan minor.
Dalam keterangannya di Jakarta, Kamis, Analis Reku, Fahmi Almuttaqin, mengatakan pasar aset global justru merespons keputusan The Fed dengan relatif stabil. Indeks saham Dow Jones melemah tipis 0,10 persen atau 44 poin ke level 42.171, sementara S&P 500 nyaris tidak berubah di 5.980. Nasdaq justru naik tipis 0,13 persen ke posisi 19.546. Di pasar kripto, Bitcoin dan Ethereum masing-masing terkoreksi kurang dari satu persen, dengan harga bertahan di kisaran 104.000 dolar AS dan 2.500 dolar AS.
“Investor telah mengantisipasi dan menyesuaikan komposisi portofolio mereka sehingga tidak terlalu banyak langkah penyesuaian yang perlu dilakukan. Mayoritas investor kini mengambil posisi wait and see, menanti perkembangan data inflasi, kebijakan tarif AS, serta konflik Israel-Iran,” jelas Fahmi.
The Fed tetap membuka ruang untuk pemangkasan suku bunga sebanyak dua kali tahun ini. Namun, Ketua The Fed Jerome Powell mengingatkan bahwa risiko inflasi masih tinggi, terutama akibat pemberlakuan tarif impor baru oleh pemerintahan Trump. Efek dari tarif ini diperkirakan baru akan terasa beberapa bulan mendatang.
Di tengah ketidakpastian tersebut, analis dari Morgan Stanley dan JPMorgan memproyeksikan suku bunga bisa tetap tinggi hingga 2026 jika inflasi tidak menunjukkan tren menurun. Namun, peluang pelonggaran tetap terbuka jika pasar tenaga kerja AS melemah.
Fahmi juga menyoroti optimisme investor terhadap aset digital. Exchange traded fund (ETF) Bitcoin spot terus mencatat tren net inflow positif sejak 9 Juni. “Ini mengindikasikan posisi Bitcoin yang makin diterima sebagai aset lindung nilai terhadap inflasi dan ketidakpastian global. Ketegangan Israel-Iran tidak menyurutkan minat beli investor AS terhadap Bitcoin melalui ETF,” ujarnya.
Selain Bitcoin, altcoin utama seperti Ethereum (ETH) dan Ripple (XRP) juga menunjukkan tren akumulasi oleh investor besar. Namun, Fahmi memperkirakan reli besar altcoin baru akan terjadi saat tren penurunan suku bunga dimulai dan likuiditas pasar kripto meningkat signifikan.
Dalam kondisi pasar yang cenderung sideways, strategi dollar cost averaging (DCA) atau menabung aset secara berkala dinilai sebagai langkah bijak. “Misalnya di fitur Packs di Reku, investor bisa berinvestasi pada berbagai crypto blue chip dan ETF saham AS dengan performa terbaik dalam sekali swipe, memudahkan diversifikasi. Fitur Packs yang dilengkapi sistem rebalancing juga menyesuaikan alokasi investasi sesuai kondisi pasar secara otomatis,” jelas Fahmi.
Ke depan, investor disarankan tetap waspada terhadap dinamika global, namun tidak melewatkan peluang investasi yang bisa dimanfaatkan melalui strategi akumulatif jangka menengah hingga panjang.