REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA---Bank Indonesia dinilai membiarkan nilai tukar rupiah melemah lantaran ingin menyelamatkan defisit transaksi berjalan (current account). Defisit pada transaksi berjalan pada triwulan II/2012 tercatat meningkat hingga 3,1 persen terhadap Produk Domestik Bruto (PDB).
“Untuk mengatasi defisit transaksi berjalan, BI mengandalkan kebijakan nilai tukar rupiah," ujar Ekonom BCA, David Sumual kepada Republika, Jumat (12/10). Defisit pada transaksi berjalan terjadi karena nilai ekspor lebih kecil dibandingkan impor.
Pada triwulan kedua 2012, pertumbuhan ekspor tidak dapat mengimbangi pertumbuhan impor yang relatif tinggi. Akibatnya, defisit transaksi berjalan pun melebar dari triwulan I sebesar 3,2 miliar dolar AS atau 1,5 persen dari PDB.
Nilai tukar rupiah yang melemah dinilai akan membantu mengurangi defisit transaksi berjalan. Dengan nilai rupiah melemah maka pendapatan ekspor akan meningkat.
Sementara, harga barang impor akan naik karena nilai tukar rupiah terhadap dolar tinggi. Hal ini dinilai akan mengerem impor sejumlah barang.
Bank sentral dinilai David lebih memilih untuk menjalankan kebijakan moneter yang terkait dengan nilai tukar rupiah dibandingkan mengubah suku bunga acuan. Hal itu terbukti dengan tidak berubahnya suku bunga acuan atau BI rate sejak Februari 2012 di level 5,75 persen.
“BI ingin menolong ekspor dan di sisi lain disinsentif impor, “ ujarnya. Sementara itu, Bank sentral dinilai perlu lebih hati-hati dalam intervensi ke pasar untuk menjaga nilai tukar rupiah.