REPUBLIKA.CO.ID, BOGOR --Aturan struktur kepemilikan saham perbankan rencananya diberlakukan Bank Indonesia (BI) akhir Juli tahun ini. Kepemilikan saham pada institusi keuangan (bank) 40 persen, non keuangan 30 persen, dan perorangan 20 persen. Angka tersebut dinilai dapat diterima (acceptable) oleh kalangan perbankan dan investor.
Kepala Ekonomi PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk Ryan Kiryanto menilai porsi tersebut beralasan sebab sudah sesuai dengan keinginan pasar. "Dulunya pasar beropini, agar tak terjadi gejolak, porsinya berkisar 35 - 40 persen. Artinya, keinginan pasar direspon baik oleh BI," katanya dalam diskusi di Sentul Bogor, Selasa (25/6).
Jika porsi kepemilikan bank dipukul rata di atas 40 persen, sekitar 49 persen misalnya, angkanya menjadi terlalu besar. Porsi 40 persen, kata Ryan, juga lebih bisa diterima investor asing. Sebab, batas kepemilikan saham bank di negara lain, seperti Malaysia, Korea Selatan, dan Australia, rata-rata 30 persen.
Terkait regulasi baru tersebut, ada satu masa krisis dimana pasar menjadi shock. Oleh karenanya seluruh pemangku kepentingan harus menyusun rencana sosialisasi dan mempersiapkannya dengan baik. Bank nantinya akan melakukan roadshow ke luar negeri.
Di sana, bank nasional harus bisa menjelaskan kepada investor dengan baik. "Jika tidak, ini berpotensi mengurangi minat beli calon investor asing terhadap bank nasional di Indonesia yang kinerjanya baik dan rekomendasinya laik beli (buy)," ujar Ryan.
Peraturan Bank Indonesia (PBI) yang akan diimplementasikan akhir Juli ini tak berlaku surut. Kebijakan ini dinilai relatif tak menimbulkan gejolak. Sebab, investor bisa mengukur kemampuan dan daya belinya di pasar.