REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA–-Penentuan daerah bencana yang menjadi dasar penentuan pemberian restrukturisasi kredit debitur lokasi bencana, akan dibahas bersama Pemerintah Daerah. Proses ‘perlindungan’ debitur kredit perbankan yang terkena bencana merujuk pada peraturan Bank Indonesia (BI).
‘’Sudah ada PBI untuk daerah bencana. Kami menyambut baik niat Pemerintah dan Perbankan (dalam pemutihan atau hapus buku kredit di daerah bencana),’’ kata Deputi Gubernur BI Halim Alamsyah, melalui layanan pesan singkat (SMS), Senin (8/11). Dia mengatakan perbankan dan Pemerintah Daerah akan bermusyawarah menentukan klasifikasi ‘daerah bencana’ yang bisa mendapatkan ‘penjaminan’ kredit di wilayah bencana.
‘’Atas dasar keputusan (musyawarah) tersebut, bank dapat mengambil langkah untuk meringankan beban debitur,’’ tambah Halim. PBI yang menjadi landasan pengambilan langkah perbankan di kawasan terkena bencana ini adalah PBI 8/15/2006 dan PBI 11/27/2009.
PBI 8/15/2006 mengatur tentang perlakuan khusus terhadap kredit bank bagi daerah tertentu di Indonesia yang terkena bencana alam. Sedangkan PBI 11/27/2009 adalah perubahan dari PBI 8/10/2006 tentang perlakuan khusus terhadap kredit bank pasca bencana alam di Provinsi DIY dan daerah sekitarnya di Provinsi Jawa Tengah.
Sebelumnya Kepala Biro Hubungan Masyarakat BI Difi A Johansyah mengatakan bahwa inti dari kedua peraturan tersebut adalah pemberian perlakuan khusus terhadap kredit bank dengan jumlah tertentu dan kredit yang direstrukturisasi, untuk kredit yang disalurkan di daerah bencana. Salah satu perlakuan khusus itu adalah pemberian status ‘lancar’ untuk kredit yang direstrukturisasi di wilayah bencana. Status tersebut berlaku tiga tahun terhitung sejak terjadinya bencana.
Daerah yang masuk kategori bencana untuk bisa terakomodasi kedua PBI, kata Difi, akan merujuk pada surat keputusan (SK) BI yang akan ditetapkan setelah bencana. Penentuan daerah tersebut mempertimbangkan antara lain luas wilayah yang terkena bencana, jumlah korban, kerugian materil, dan jumlah debitur. Aspek yang juga dipertimbangkan adalah persentase perbandingan kredit debitur korban bencana terhadap total kredit di wilayah tersebut, dan perbandingan persentase kredit dengan plafon maksimal Rp 5 miliar terhadap total kredit di wilayah tersebut.