Selasa 21 Sep 2010 20:30 WIB

BI Rate Sulit Diturunkan

Rep: Teguh Firmansyah/ Red: Endro Yuwanto
Bank Indonesia
Foto: ANTARA
Bank Indonesia

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA--Bank Indonesia (BI) mengaku sulit untuk menurunkan angka BI Rate di bawah 6,5 persen dalam waktu dekat ini. Bahkan BI memberikan sinyal angka tersebut cenderung untuk tetap dipertahankan pada tahun depan.

Gubernur Bank Indonesia (BI) Darmin Nasution mengatakan, dengan angka inflasi yang mulai naik, tekanan pasar supaya BI rate dinaikan sudah mulai kuat. Tapi, BI akan berupaya untuk memakai instrumen lain guna menahan tekanan tersebut.

"Kalau turun susah. tapi jika tetap kami berani berjuang. karenanya kami tetap menilai 6,5 persen angka yang cukup baik," ujar Darmin, saat rapat kerja Pemerintah, BI dan Komisi XI DPR membahas asumsi makro RAPBN 2011, Senin malam (20/9).

Menurut Darmin, tekanan inflasi tersebut tidak terlepas dari sisi suplai yang terlambat dan tidak berimbang dengan agregat demand atau peningkatan permintaan. Hal itu tidak terlepas dari permasalahan infrastruktur yang tak kunjung selesai. "Jika sisi demand tinggi dan diimbangi dengan suplai, maka itu mendorong pertumbuhan, dan sisanya yang tidak tercover jadi inflasi. Sekarang suplai kita lambat sehingga relatif inflasi tinggi," paparnya.

Apalagi, lanjut Darmin, ada faktor lain seperti perubahan iklim yang mempengaruhi tingkat stabilias pangan. Ditambah dengan sisi administered price melalui kebijakan kenaikan tarif dasar listrik baik pada tahun ini ataupun 2011 mendatang.

"Jadi kami melihat inflasi 5,3 persen (pada RAPBN 2011) dan target pertumbuhan 6,3 persen itu tingkatan yang cukup optimal meskipun kita telah melakukan berbagai hal," jelas Darmin.

Menurut Darmin, dari sisi moneter tanggung jawab BI adalah mengendalikan dari segi moneter supaya tidak ada dorongan inflasi secara umum. BI melakukan berbagai kebijakan termasuk intervensi sehingga uang beredar tidak besar dibandingkan barang yang ada.

Salah satu bentuk intervensi itu yakni dengan menaikan Giro Wajib Minimal dari 5 persen menjadi 8 persen. "Ini hanya sekadar mengurangi likuiditas di pasar, karena likuiditas yang ada saat ini sudah berlebih," katanya. Darmin melanjutkan dalam hal penerapan GWM, pihaknya juga mengaitkannya dengan tingkat loan deposit to ratio (LDR).

Sementara itu, Wakil Ketua Komisi XI DPR Harry Azhar Azis meminta supaya proyeksi SBI 3 bulan rata-rata dapat diturunkan lebih rendah dari 6,5 persen (proyeksi pemerintah). Tidak ada gap antara inflasi dengan SBI tersebut. Jika pun nilainya tidak sama minimal hanya beda setengah persen saja. Dengan demikian sektor riil dapat tumbuh.

Kalau alasannya karena inflasi maka harus dilihat dari sisi mana perlu diperbaiki. Jika masalahnya pada sisi suplai, tinggal bagaimana membenahinya. "Tinggal kami fokus ke situ, alih anggaran yang tidak perlu ke infrastruktur. Contoh perjalanan dinas, kalau sekiranya mau dipotong Rp 10 triliun dari Rp 20 triliun maka alihkan untuk infrastruktur," kata Harry.

Kepala Badan Pusat Statistik Rusman Heriawan menambahkan dalam pantaunnya selama 10 tahun terakhir sulit rasanya jika pertumbuhan di atas 6 persen inflasi berada di bawah level 5 persen. "Pengalaman 10 tahun kalau kita menargetkan di atas 6 persen. tidak pernah inflasi di bawah 5 persen," tegasnya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement