Kamis 04 Dec 2025 16:26 WIB

Ekonom Proyeksi Pertumbuhan Ekonomi RI Capai 5,3 Persen pada 2026

Ekspektasi penurunan suku bunga The Fed ikut menopang proyeksi ekonomi nasional.

Head of Research & Chief Economist PT Mirae Asset Sekuritas Indonesia, Rully Arya Wisnubroto, memperkirakan pertumbuhan ekonomi Indonesia akan mencapai 5,3 persen pada 2026 dan meningkat menjadi 5,4 persen pada 2027. (ilustrasi)
Foto: Republika/Thoudy Badai
Head of Research & Chief Economist PT Mirae Asset Sekuritas Indonesia, Rully Arya Wisnubroto, memperkirakan pertumbuhan ekonomi Indonesia akan mencapai 5,3 persen pada 2026 dan meningkat menjadi 5,4 persen pada 2027. (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Head of Research & Chief Economist PT Mirae Asset Sekuritas Indonesia, Rully Arya Wisnubroto, memperkirakan pertumbuhan ekonomi Indonesia akan mencapai 5,3 persen pada 2026 dan meningkat menjadi 5,4 persen pada 2027 seiring dampak pelonggaran moneter.

“Ini akan ditopang oleh konsumsi rumah tangga yang diharapkan membaik di atas 5 persen, belanja pemerintah yang dipercepat, dan investasi yang juga menjadi salah satu pendorong utama bagi pertumbuhan ekonomi,” kata Rully dalam “Media Day: December 2025” di Jakarta, Kamis (4/12/2025).

Baca Juga

Ia juga memperkirakan inflasi tetap terkendali, berada di kisaran 2,5 persen pada 2026, menurun dibandingkan 2,75 persen pada 2025 karena dipengaruhi high base effect akibat kenaikan harga pangan dan emas. Seiring akselerasi ekonomi pada 2027, inflasi diprediksi meningkat menjadi 2,7 persen.

Dari sisi moneter, pelonggaran kebijakan The Fed menjelang akhir tahun dinilai akan memberi ruang bagi Bank Indonesia (BI) untuk menurunkan suku bunga. The Fed diprediksi memangkas suku bunga minimal dua kali pada 2026, bahkan berpotensi turun hingga sekitar 3,25 persen jika inflasi tetap terkendali.

Namun, untuk Desember 2025, Rully memproyeksikan BI masih mempertahankan suku bunga acuan di level 4,75 persen mengingat tekanan rupiah yang masih tinggi, faktor seasonal inflasi, serta kecenderungan historis BI yang jarang menurunkan suku bunga pada Desember.

Penurunan suku bunga diperkirakan lebih memungkinkan pada Januari 2026, dengan potensi penyesuaian tambahan pada kuartal kedua sebelum musim repatriasi dividen pada Mei, kemudian diproyeksikan stabil hingga akhir 2026.

Terkait nilai tukar, rupiah dalam beberapa hari terakhir menunjukkan tren penguatan meski masih berada di kisaran Rp 16.600-an per dolar AS. Dengan ekspektasi penurunan suku bunga The Fed yang sebagian sudah tercermin di pasar, rupiah diperkirakan berada di kisaran Rp 16.500-an hingga akhir 2025, dengan potensi penguatan lebih lanjut jika sinyal penurunan suku bunga The Fed untuk 2026 semakin jelas.

Dari sisi fiskal, Indonesia menghadapi keterbatasan akibat penurunan penerimaan yang berpotensi memperlebar defisit anggaran. Rully mengingatkan arah kebijakan fiskal perlu dijaga, terutama dari sisi penerimaan. Ia menilai pemerintah perlu menjelaskan strategi penerimaan ke depan, terlebih dengan banyaknya program yang direncanakan pada 2026.

Sementara itu, risiko global berupa fragmentasi perdagangan dan proteksionisme negara maju menjadi perhatian utama. Rully menekankan pentingnya hilirisasi industri untuk meningkatkan investasi dan mendorong ekspor bernilai tambah.

Koordinasi kebijakan antara pemerintah, BI, dan kementerian teknis seperti Kementerian Perdagangan serta Kementerian ESDM, termasuk dukungan Danantara, dinilai penting untuk mempercepat hilirisasi dan meningkatkan investasi.

“Harmonisasi kebijakan ini akan menjadi penentu apakah ekonomi kita akan tumbuh jauh lebih tinggi di 2026 atau mungkin tidak sesuai ekspektasi. Karena market dengan IHSG di posisi 8.600 tentu berharap ekonomi 2026 akan jauh lebih tinggi dibandingkan 2025,” kata Rully.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement

Rekomendasi

Advertisement