REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Pemerintah menghimpun pajak senilai Rp 11,44 triliun dari sektor usaha ekonomi digital sepanjang Januari hingga Oktober 2025. Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Rosmauli mengatakan realisasi itu menunjukkan bahwa ekonomi digital telah menjadi salah satu motor penting penerimaan negara.
Secara detail, penerimaan dari pajak pertambahan nilai (PPN) Perdagangan Melalui Sistem Elektronik (PMSE) tercatat sebesar Rp 8,54 triliun, pajak atas aset kripto Rp 675,6 miliar, pajak fintech (P2P lending) Rp 1,15 triliun, dan pajak Sistem Informasi Pengadaan Pemerintah (SIPP) Rp 1,07 triliun.
Untuk PPN PMSE, total setoran sejak 2020 hingga 2025 mencapai Rp 33,88 triliun, yang diserahkan oleh 207 PMSE dari 251 perusahaan yang ditunjuk. Untuk pajak kripto, total penerimaan mencapai Rp 1,76 triliun sepanjang 2022 hingga 2025. Penerimaan pajak kripto tersebut terdiri dari Rp 889,52 miliar penerimaan pajak penghasilan (PPh) 22 atas transaksi penjualan dan Rp 873,76 miliar penerimaan PPN dalam negeri (DN).
Selanjutnya, total setoran masuk dari P2P lending mencapai Rp 4,9 triliun sepanjang 2022 hingga 2025.
Penerimaan pajak dari sektor ini terdiri dari tiga jenis pajak, di antaranya PPh 23 atas bunga pinjaman yang diterima wajib pajak dalam negeri (WPDN) dan bentuk usaha tetap (BUT) sebesar Rp 1,16 triliun; PPh 26 atas bunga pinjaman yang diterima wajib pajak luar negeri (WPLN) sebesar Rp 724,45 miliar; dan PPN DN atas setoran masa Rp 2,3 triliun.
Untuk SIPP, total penerimaan tercatat sebesar Rp 3,92 triliun dari 2022 hingga 2025, terdiri dari PPh Pasal 22 sebesar Rp 268,32 miliar dan PPN sebesar Rp 3,65 triliun.
Dengan demikian, total setoran dari sektor usaha ekonomi digital mencapai Rp 43,75 triliun hingga 31 Oktober 2025. Rosmauli menyatakan, pemerintah akan terus mengoptimalkan pemajakan sektor digital agar semakin adil, sederhana, dan efektif.