REPUBLIKA.CO.ID, SEMARANG -- Menteri Ekonomi Kreatif (Menekraf) Teuku Riefky Harsya mengakui pelaku ekraf di Indonesia masih kesulitan mengakses permodalan untuk bisnisnya. Dia meminta lembaga keuangan lebih membuka ruang peminjaman modal bagi pelaku ekraf.
Teuku mengungkapkan, permodalan menjadi salah satu tantangan bagi bisnis ekraf di Tanah Air. "Kita ingin agar lembaga keuangan semakin membuka ruang bagi pegiat ekraf. Karena teman-teman ekraf rata-rata kalau datang ke bank ditanya aset sertifikatnya, mereka tidak punya. Asetnya mereka ada di kreativitas mereka, ada di kepala dan di komputernya mereka. Itu yang kita harus beri ruang sehingga mempunyai kesempatan yang sama," ucapnya seusai menghadiri Perayaan Hari Ekonomi Kreatif Nasional di Gedung Gradhika Bakti Praja, Kota Semarang, Jateng, Jumat (31/10/2025) malam.
Tidak ada kode iklan yang tersedia.
Soal akses permodalan tersebut, Teuku mengaku kementeriannya telah mengomunikasikannya, terutama ke himpunan bank negara (Himbara), agar mereka membuka ruang peminjaman modal kepada para pelaku ekraf. Selain itu, Teuku telah menerbitkan peraturan menteri tentang jasa penilai untuk kekayaan intelektual.
"Sehingga nanti tumbuh konsultan-konsultan penilai yang bisa menghitung keekonomian dari hasil pegiat-pegiat ekraf. Sehingga pihak perbankan maupun investor juga bisa memberikan penilaiannya, keekonomiannya, sehingga mereka semakin berani untuk memberikan pinjaman ataupun investasi," ucap Teuku.
Dia mengungkapkan, Presiden Prabowo Subianto telah menginstruksikan kementeriannya agar dapat mengembangkan potensi ekraf Tanah Air secara optimal. "Karena potensi ekonomi kreatif menjadi mesin baru pertumbuhan ekonomi nasional yang dimulai dari daerah," ujarnya.
Menurut Teuku, diaspora Indonesia yang tersebar di berbagai negara juga berpotensi mengembangkan sektor ekraf. "Cita-cita kita adalah bagaimana produk-produk kreatif kita, IP-IP (intellectual property) lokal kita, bisa mendunia, bisa global. Jadi Indonesian wave, Indonesian pop, harus terjadi dalam lima tahun ke depan," kata Teuku.
Dia menambahkan, untuk saat ini, terdapat tujuh subsektor ekraf prioritas yang fokus untuk dijual ke mancanegara. Mereka antara lain, mode atau fashion, kuliner, dan produk kriya. Hal itu karena sumbangan subsektor-subsektor tersebut terhadap perekonomian dan lapangan kerja paling besar.
"Tapi yang berkembang pesat ada empat sektor lagi, yaitu film, termasuk film animasi, musik, gim, dan aplikasi. Itu potensi anak muda Indonesia luar biasa," kata Teuku.