REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Asosiasi Produsen Serat & Benang Filamen Indonesia (APSyFI) meminta Pemerintah untuk berfokus pada pemberantasan impor borongan dalam praktek menindaktegas impor pakaian besar/thrifting ilegal. Pasalnya, impor borongan inilah yang selalu menjadi masalah bagi industri tekstil.
“Impor borongan yang selalu jadi masalah bagi industri tekstil di Indonesia. Nanti ketika mafia ataupun pakaian bekas ini bisa disikat semua, apakah masalah impor borongan juga bisa diberhentikan? Karena akar masalahnya (adalah) di impor borongan,” ujar Sekretaris Jenderal APSyFI Farhan Aqil Syauqi saat dihubungi Republika, Selasa (28/10/2025).
Tidak ada kode iklan yang tersedia.
Menurut pandangan Farhan, permasalahan impor borongan memang merupakan momok bagi para pengusaha tekstil Indonesia. Setidaknya selama 10 hingga 15 tahun, para pengusaha tekstil dalam negeri bergulat dengan persoalan pakaian bekas tersebut.
Sebab, meskipun sudah ada Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) Nomor 51/M-DAG/PER/7/2015 tentang Larangan Impor Pakaian Bekas, kenyataannya tetap banjir di pasar domestik. Sehingga diperlukan penegakan hukum yang tegas, terutama pada praktek impor borongan.
“Jadi, impor borongan yang selalu jadi masalah ini kita minta perbaikan sistem juga dijalankan,” tuturnya.
Farhan mengungkapkan, APSyFI secara esensi mengapresiasi langkah Menteri Keuangan (Menkeu) RI Purbaya Yudhi Sadewa yang mewacanakan larangan impor thrifting ilegal. Hal itu dinilai sebagai angin segar bagi industri pertekstilan di Indonesia.
Namun, ia menekankan, tantangan yang dihadapi dalam menjalankan rencana tersebut ada pada dua hal, yakni komitmen dan perbaikan sistem. Jika keduanya dijalankan, Farhan meyakini industri tekstil (khususnya) dan industri manufaktur (umumnya) akan bisa tumbuh lebih positif ke depannya.