REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Bahlil Lahadalia menyatakan proyek gasifikasi batu bara menjadi dimethyl ether (DME) akan mulai berjalan pada 2026. DME akan menggunakan teknologi dari China atau Eropa.
“Dua saja, kalau tidak Eropa, China,” kata Bahlil, dikutip Senin. (27/10/2025).
Tidak ada kode iklan yang tersedia.
Ia menjelaskan, proyek hilirisasi batu bara menjadi DME merupakan salah satu dari 18 proyek yang telah diselesaikan konsep dan pre-feasibility study (pra-FS) atau studi awal kelayakannya oleh Satuan Tugas (Satgas) Percepatan Hilirisasi dan Ketahanan Energi Nasional.
“Sekarang, hasil pra-FS itu sedang dipelajari oleh konsultan untuk finalisasi di Danantara,” ujarnya.
Bahlil menegaskan, proyek hilirisasi batu bara ini ditujukan untuk mengurangi ketergantungan terhadap impor liquefied petroleum gas (LPG) yang saat ini mencapai sekitar 7 juta ton per tahun. Padahal, kebutuhan nasional mencapai 8,5 juta ton, sementara pasokan domestik hanya sekitar 1,3 juta ton.
Sebelumnya, Bahlil menjelaskan bahwa produksi LPG dalam negeri masih terbatas karena perbedaan karakteristik gas alam di Indonesia.
“Kenapa kita tidak bisa membangun industri LPG dalam negeri? Karena posisi gas kita itu kualitasnya C1 dan C2, sementara untuk LPG dibutuhkan C3 dan C4,” kata Bahlil di Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta.
Sebagai solusi, pemerintah mendorong hilirisasi batu bara menjadi DME, yang dapat digunakan sebagai bahan substitusi LPG. Proyek ini dinilai memiliki potensi ekonomi besar karena harga DME lebih murah dibandingkan LPG impor.
“DME ini merupakan hasil hilirisasi batu bara berkalori rendah, dengan harga yang jauh lebih murah dibandingkan LPG,” tutur Bahlil.