Jumat 19 Sep 2025 16:00 WIB

KPK Ingatkan Potensi Korupsi Dana Rp200 Triliun, Menkeu Siap Tindak Tegas

Purbaya menyebut risiko kredit fiktif bisa terjadi dan harus diberantas.

Rep: Eva Rianti/ Red: Gita Amanda
Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa mengatakan, bila benar ada penyelewengan dana Rp200 triliun, konsekuensinya adalah pelaku bisa dipecat bahkan dipenjara. (ilustrasi)
Foto: Republika/Erik Purnama Putra
Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa mengatakan, bila benar ada penyelewengan dana Rp200 triliun, konsekuensinya adalah pelaku bisa dipecat bahkan dipenjara. (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mewanti-wanti pemerintah soal adanya potensi tindak pidana korupsi dalam pencairan dana sebesar Rp200 triliun yang digelontorkan kepada himpunan bank milik negara (Himbara). Menanggapi hal itu, Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa mengatakan, bila benar ada penyelewengan, konsekuensinya adalah pelaku bisa dipecat bahkan dipenjara.

“Potensi pasti ada, tergantung bank-nya,” ujar Purbaya saat audiensi dengan awak media di Kantor Kementerian Keuangan, Jakarta Pusat, Jumat (19/9/2025).

Baca Juga

Menurutnya, penyelewengan seperti kredit fiktif tidak bisa sepenuhnya dihindari. Bisa saja praktik semacam itu sudah terjadi sebelum ia menjabat Menteri Keuangan. Kalaupun dalam perjalanan kebijakan kucuran dana Rp200 triliun tersebut terbukti ada kasus korupsi, maka harus ditindak tegas.

“Perbankan tiba-tiba punya uang kan pusing. Dia pasti menyalurkan, tapi menyalurkan pakai kemampuan expertise sendiri, kita tidak ikut campur. Kalau ada kredit fiktif, ya kalau ketahuan, ditangkap, dipecat. Tapi saya tidak tahu kalau sebesar itu apa mereka berani kredit fiktif,” terangnya.

Sebelumnya diberitakan, KPK mengingatkan pemerintah mengenai potensi korupsi dalam pencairan dana Rp200 triliun ke lima bank Himbara. Dana itu terdiri atas Rp55 triliun untuk Bank Mandiri, Rp55 triliun untuk BNI, Rp55 triliun untuk BRI, Rp25 triliun untuk BTN, serta Rp10 triliun untuk BSI.

“Tentunya ada potensi-potensi tindak pidana korupsi, seperti yang terjadi di PT Bank Perkreditan Rakyat (BPR) Bank Jepara Artha (Perseroda). Kreditnya kemudian macet karena memang ini kreditnya kredit fiktif,” ujar Pelaksana Tugas Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK Asep Guntur Rahayu di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Kamis (18/9/2025) lalu.

Asep menyampaikan pernyataan tersebut saat mengumumkan penahanan lima tersangka kasus dugaan korupsi dalam pencairan kredit usaha pada BPR Bank Jepara Artha periode 2022–2024. “Ini (kasus Bank Jepara Artha) juga menjadi sebuah alarm bagi kita bersama. Kenapa? Karena baru-baru ini pemerintah melalui Menteri Keuangan sudah mengucurkan dana sebesar Rp200 triliun dari yang selama ini tersimpan di Bank Indonesia kepada bank-bank Himbara,” katanya.

Meski demikian, Asep menilai pencairan dana tersebut tetap memiliki sisi positif, yakni membuat perekonomian mikro bergairah dan bank-bank Himbara bisa lebih leluasa memberikan kredit kepada masyarakat. Dengan demikian, perekonomian nasional diharapkan dapat tumbuh lebih kuat.

 
 
 
View this post on Instagram
 
 
 

A post shared by Republika Online (@republikaonline)

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement

Rekomendasi

Advertisement