Sabtu 19 Jul 2025 09:30 WIB

Tarif Ekspor RI Lebih Rendah dari Vietnam dan Malaysia, APINDO: Ini Peluang Besar

APINDO mengapresiasi upaya diplomasi ekonomi yang dilakukan oleh pemerintah.

Siluet sejumlah anak bermain dengan latar belakang aktivitas bongkar muat peti kemas di New Priok Container Terminal One, Jakarta, Selasa (1/7/2025). Badan Pusat Statistik menyatakan Indonesia memperoleh surplus neraca perdagangan sebesar 4,30 miliar dolar AS pada Mei 2025 yang diraih berdasarkan perhitungan nilai ekspor sebesar 24,61 miliar dolar AS, dikurangi impor sebesar 20,31 miliar dolar AS di periode yang sama sekaligus mencatatkan surplus selama 61 bulan berturut-turut sejak Mei 2020.
Foto: ANTARA FOTO/Fauzan
Siluet sejumlah anak bermain dengan latar belakang aktivitas bongkar muat peti kemas di New Priok Container Terminal One, Jakarta, Selasa (1/7/2025). Badan Pusat Statistik menyatakan Indonesia memperoleh surplus neraca perdagangan sebesar 4,30 miliar dolar AS pada Mei 2025 yang diraih berdasarkan perhitungan nilai ekspor sebesar 24,61 miliar dolar AS, dikurangi impor sebesar 20,31 miliar dolar AS di periode yang sama sekaligus mencatatkan surplus selama 61 bulan berturut-turut sejak Mei 2020.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Indonesia kini memiliki posisi tawar yang lebih kuat dalam ekspor ke Amerika Serikat dibanding sejumlah negara Asia Tenggara lainnya. Hal ini tercermin dari hasil negosiasi tarif dagang terbaru yang menempatkan Indonesia dengan tarif 19 persen, lebih rendah dibandingkan Vietnam, Malaysia, hingga Thailand.

Asosiasi Pengusaha Indonesia (APINDO) menyebut capaian tersebut sebagai peluang besar bagi industri nasional untuk memperluas pasar di tengah ketatnya persaingan kawasan.

Baca Juga

“Kami juga terus berkomunikasi dengan pemerintah yang saat ini masih merampungkan detail teknis dari kesepakatan tersebut,” ujar Ketua Umum APINDO Shinta W. Kamdani di Jakarta, Jumat (18/7/2025).

Ia menilai, kesepakatan tarif 19 persen jauh lebih baik dibandingkan proposal awal Amerika Serikat sebesar 32 persen. Bahkan masih terbuka ruang untuk melanjutkan negosiasi agar tarif bisa lebih rendah lagi.

Saat ini, tarif ekspor Indonesia ke AS tercatat lebih kompetitif dibanding Thailand (36 persen), Laos (40 persen), Malaysia (25 persen), dan Vietnam (20 persen, dengan syarat tambahan untuk transshipment). Artinya, produk Indonesia seperti tekstil, alas kaki, furnitur, hingga perikanan punya potensi bersaing lebih kuat di pasar AS.

“Ini menunjukkan bahwa Indonesia masih memiliki ruang untuk menjaga daya saing ekspornya,” kata Shinta.

APINDO juga menyoroti pentingnya menjaga kewaspadaan karena dinamika kebijakan dagang AS, terutama di bawah Presiden Donald Trump, bisa berubah secara cepat akibat tekanan politik domestik.

Shinta mengapresiasi upaya diplomasi ekonomi yang dilakukan oleh pemerintah Indonesia, termasuk keterlibatan langsung Presiden Prabowo Subianto, Menko Perekonomian Airlangga Hartarto, hingga kementerian teknis lainnya.

Di sisi lain, sebagai bagian dari skema timbal balik, Indonesia juga berkomitmen meningkatkan impor sejumlah komoditas strategis dari AS. Beberapa di antaranya adalah kapas, jagung, dairy product, kedelai, hingga crude oil.

“Seperti yang sudah APINDO rekomendasikan sebelumnya kepada pemerintah yaitu mendorong skenario mutually beneficial melalui peningkatan impor komoditas strategis dari AS,” ucap Shinta.

Menurut APINDO, sebagian besar produk dari AS yang masuk ke pasar domestik Indonesia memang telah dikenakan tarif rendah antara nol hingga lima persen. Namun demikian, pihaknya tetap akan menganalisis secara rinci dampaknya berdasarkan produk.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement

Rekomendasi

Advertisement