REPUBLIKA.CO.ID, BOGOR -- Institut Pertanian Bogor (IPB) University menggelar Forum Group Discussion (FGD) bertajuk "Tantangan dan Peluang Kebijakan Subsidi Pupuk pada Sektor Pertanian Pascaterbitnya Peraturan Menteri Pertanian Nomor 15 Tahun 2025" di IPB International Convention Center, Bogor, Jawa Barat, Selasa (17/6/2025).
FGD tersebut dihadiri sejumlah pembicara, antara lain Kepala Pokja Pupuk Bersubsidi Kementerian Pertanian (Kementan) Sri Pujiastuti, Ketua Kelompok Penyelenggaraan Penyuluhan Kementan Acep Hariri, Asisten Deputi Rantai Pasok Deputi Bidang Pengembangan Talenta dan Daya Saing Koperasi Kementerian Koperasi Amin Nurhakim, Ketua Program Studi Magister Manajemen Pembangunan Daerah IPB University Faroby Falatehan, dan Direktur Eksekutif Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Esther Sri Astuti.
Ketua Program Studi Magister Manajemen Pembangunan Daerah IPB University Faroby Falatehan menyampaikan, FGD tersebut menghasilkan sejumlah rekomendasi untuk menindaklanjuti Permentan Nomor 15 Tahun 2025 yang merupakan aturan turunan dari Peraturan Presiden Nomor 6 Tahun 2025 tentang Tata Kelola Pupuk Bersubsidi.
“Pertama, penyiapan dan pembinaan Gapoktan dan koperasi sebagai penyalur pupuk subsidi,” ujar Faroby.
Faroby menilai, perlu adanya pembinaan berkelanjutan dalam aspek modal, legalitas, sumber daya manusia, administrasi perkantoran, pengelolaan keuangan, distribusi pupuk, serta sarana prasarana dan teknologi informasi. Ia juga menekankan pentingnya pembentukan satuan tugas yang bertanggung jawab terhadap pembinaan penyalur pupuk bersubsidi, sesuai dengan tugas dan kewenangan masing-masing pihak dalam satuan tugas tersebut.
“Dalam mendukung kelancaran proses distribusi, perlu ditetapkan mekanisme paling memungkinkan, yaitu menggunakan mekanisme penyaluran melalui pelaku usaha distribusi,” sambung Faroby.
Rekomendasi kedua berkaitan dengan pemilihan Gapoktan dan koperasi, serta pembagian wilayah tanggung jawab penyaluran pupuk bersubsidi. Faroby menyampaikan, pemerintah perlu mengatur persyaratan standarisasi kelayakan dan kesiapan yang harus dipenuhi oleh penyalur pupuk bersubsidi.
Ia menyebutkan pentingnya ketentuan indikator teknis, permodalan, legalitas usaha, sarana dan prasarana, volume penyaluran, hasil pemetaan, ketersediaan penyaluran pupuk bersubsidi eksisting di satu wilayah, dan pengalaman sebagai penyalur pupuk bersubsidi. Selain itu, perlu disusun petunjuk teknis dan sosialisasi yang mengatur kelembagaan yang akan menjadi penyalur pupuk bersubsidi, seperti kios, pengecer, koperasi merah putih, hingga Gapoktan.
Faroby juga menyampaikan rekomendasi ketiga mengenai kesiapan permodalan Gapoktan dan koperasi sebagai penyalur pupuk bersubsidi. Ia menilai perlu adanya integrasi dan kemudahan penyaluran fasilitas Kredit Usaha Rakyat (KUR) terhadap penyalur pupuk bersubsidi yang baru, pascapenerbitan Permentan Nomor 15 Tahun 2025.
“Perlu adanya mekanisme penerbitan bank guarantee yang dananya ditanggung pemerintah,” lanjut Faroby.
Rekomendasi terakhir berkaitan dengan verifikasi, validasi, dan pengawasan laporan penyalur pupuk bersubsidi oleh Gapoktan. Faroby mendorong adanya uji surveillance terhadap kinerja dan administratif penyalur pupuk bersubsidi.
“Perlu adanya afirmasi terhadap penyalur pupuk bersubsidi yang baru dalam bentuk penyederhanaan pelaporan, verifikasi, dan validasi,” kata Faroby.