REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Harga minyak berpotensi melonjak hingga mencapai 130 dolar AS per barel apabila Iran memutuskan menutup Selat Hormuz. Hal ini diungkapkan dalam laporan surat kabar Turki Hurriyet, Senin (16/6/2025).
Sebelumnya, Esmail Kowsari, anggota Komite Keamanan Nasional dan Kebijakan Luar Negeri parlemen Iran, menyatakan pada Sabtu (14/6/2025) bahwa Teheran tengah mempertimbangkan penutupan selat tersebut sebagai respons atas serangan Israel.
Selat Hormuz diketahui menangani sekitar 20 persen pengiriman minyak global, serta 80 persen perdagangan minyak dan gas alam cair (LNG) dari Iran, Arab Saudi, dan Uni Emirat Arab.
Hurriyet memperkirakan konflik antara Israel dan Iran akan berlangsung dalam waktu yang tidak singkat. Dampak terhadap ekonomi akan bergantung pada durasi dan tingkat eskalasi serangan. Jika konflik berlangsung lama, ekonomi global dapat terguncang. Namun jika berakhir dalam 14 hari sebagaimana yang diperkirakan, dampaknya dinilai akan terbatas.
Selat Hormuz menghubungkan Teluk Persia dengan Teluk Oman, yang selanjutnya menuju Laut Arab dan Samudra Hindia. Wilayah pesisir utara selat ini berada di wilayah Iran, sedangkan bagian selatan dimiliki Oman dan Uni Emirat Arab. Selat ini menjadi jalur strategis bagi sekitar 10–20 persen minyak dunia dan sekitar 20 persen pengiriman LNG global.
Pada malam 13 Juni, Angkatan Bersenjata Israel (IDF) meluncurkan operasi besar-besaran bertajuk Rising Lion. Dalam operasi tersebut, angkatan udara Israel menyerang sejumlah target dan fasilitas militer yang terkait dengan program nuklir Iran.
Serangan dilaporkan terjadi di berbagai wilayah Iran, termasuk Teheran, yang mengakibatkan tewasnya sejumlah pejabat militer senior Iran, termasuk Kepala Staf Umum Angkatan Bersenjata Iran, komandan Garda Revolusi Islam (IRGC), serta beberapa ilmuwan nuklir.
Sejumlah fasilitas nuklir strategis seperti Natanz dan Fordow, serta posisi militer Iran lainnya juga dilaporkan menjadi sasaran serangan.
Pemimpin Tertinggi Iran, Ayatollah Ali Khamenei, dalam pidatonya kepada warga menyebut serangan terhadap Iran sebagai tindakan kejahatan. Ia menegaskan bahwa Israel akan menghadapi “nasib yang pahit dan mengerikan.”
Menanggapi serangan tersebut, IRGC menyatakan bahwa Republik Islam Iran telah meluncurkan Operasi True Promise III yang menyasar sejumlah target militer di Israel.