REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Bank Dunia (World Bank) menanggapi sejumlah pertanyaan publik mengenai garis kemiskinan berdasarkan perhitungan terbarunya. Misalnya, mengapa dilaporkan bahwa kemiskinan di Indonesia mengalami kenaikan dari 60,3 persen atau sekitar 172 juta jiwa menjadi 68,3 persen atau sekitar 195 juta jiwa.
“Kemiskinan di Indonesia tidak meningkat. Tingkat kemiskinan yang dilaporkan di garis kemiskinan LMIC (lower middle-income country) dan UMIC (upper middle-income country) yang baru lebih tinggi karena ambang batas untuk dianggap tidak miskin telah meningkat di tingkat global,” ungkap Bank Dunia dalam laporan The World Bank’s Updated Global Poverty Lines: Indonesia yang dirilis pada, Jumat (13/6/2025) lalu.
Bank Dunia menjelaskan, garis kemiskinan internasional yang baru ditetapkan pada tingkat yang lebih tinggi dibandingkan tolok ukur sebelumnya. Garis kemiskinan internasional didasarkan pada definisi nasional yang ditetapkan oleh masing-masing pemerintah. Dalam beberapa tahun terakhir, banyak pemerintah di seluruh dunia telah meningkatkan nilai garis kemiskinan nasional mereka.
“Karena adanya perubahan tersebut, dan pada tingkat yang lebih rendah, perubahan global dalam biaya hidup, garis kemiskinan acuan global pun mengalami peningkatan,” jelasnya.
Garis kemiskinan ekstrem internasional yang baru—ditetapkan sebagai nilai tipikal garis kemiskinan nasional oleh negara-negara berpendapatan rendah—kini berada pada angka 3,00 dolar AS per hari (setara sekitar Rp 546.400 per bulan, setelah memperhitungkan biaya hidup di Indonesia).

Sementara itu, dua garis kemiskinan internasional lainnya ditetapkan sebagai nilai tipikal garis kemiskinan nasional di antara negara-negara LMIC sebesar 4,20 dolar AS per hari (sekitar Rp 765.000 per orang per bulan) dan di antara negara-negara UMIC sebesar 8,30 dolar AS per hari (sekitar Rp 1.512.000 per orang per bulan).
Bank Dunia menyebut, definisi kemiskinan internasional memang sengaja dibuat berbeda dari definisi kemiskinan nasional yang digunakan oleh sebagian besar pemerintah. “Definisi kemiskinan nasional dan internasional sengaja dibuat berbeda karena keduanya digunakan untuk tujuan yang berbeda,” terangnya.
Menurut penjelasan Bank Dunia, di negara-negara berpendapatan rendah, peningkatan ambang batas kemiskinan terutama disebabkan oleh meningkatnya kualitas survei yang tersedia, serta penyesuaian oleh beberapa negara agar memanfaatkan data yang lebih akurat.
Adapun di negara-negara berpendapatan menengah, peningkatan garis kemiskinan nasional menunjukkan bahwa banyak negara menjadi lebih ambisius dalam menentukan standar hidup minimum yang dapat diterima.
“Sebagai akibat dari ambang batas yang lebih tinggi, sebagian besar negara mengalami peningkatan dalam tingkat kemiskinan internasional mereka, seperti halnya Indonesia,” ujarnya.
