Rabu 11 Jun 2025 15:45 WIB

Pelaku Pasar Soroti Revisi Garis Kemiskinan Bank Dunia, Rupiah Ditutup Menguat

Rupiah menguat 15 poin atau 0,09 persen menuju level Rp 16.260 per dolar AS.

Rep: Eva Rianti/ Red: Ahmad Fikri Noor
Sejumlah warga mengantre untuk melakukan penukaran mata uang asing.
Foto: Republika/Prayogi
Sejumlah warga mengantre untuk melakukan penukaran mata uang asing.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Nilai tukar rupiah terhadap dolar AS mengalami penguatan dengan bergerak di level Rp 16.200-an pada perdagangan Rabu (11/6/2025). Pengamat menilai salah satu faktor yang memengaruhi pergerakan Mata Uang Garuda pada hari ini ialah mengenai revisi angka garis kemiskinan yang dirilis Bank Dunia (World Bank).

Mengutip Bloomberg, rupiah menguat 15 poin atau 0,09 persen menuju level Rp 16.260 per dolar AS pada penutupan perdagangan Rabu (11/6/2025). Pada perdagangan sebelumnya, rupiah berada di Rp 16.274 per dolar AS.

Baca Juga

“Pelaku pasar mencermati tentang angka garis kemiskinan versi Bank Dunia perlu dimaknai secara berhati-hati agar tidak menimbulkan kesimpulan yang menyesatkan dalam konteks nasional. Bank Dunia menggunakan pendekatan purchasing power parity (PPP) untuk menyesuaikan daya beli antarnegara,” kata Pengamat Mata Uang Ibrahim Assuaibi dalam keterangannya, Rabu (11/6/2025).

Ibrahim mengatakan, sementara itu, dalam konteks nasional, telah ada data dari Badan Pusat Statistik (BPS) yang menggunakan pendekatan kebutuhan dasar atau cost of basic needs (CBN) yang jauh lebih kontekstual dan sesuai dengan karakteristik konsumsi rumah tangga Indonesia.

Misalnya, untuk komponen makanan, BPS menggunakan standar konsumsi minimal 2.100 kilokalori (kkal) per orang per hari dan memperhitungkan pola konsumsi aktual masyarakat, termasuk makanan pokok seperti beras. BPS juga memperhitungkan kebutuhan dasar non-makanan seperti pendidikan dan perumahan.

“Sebagai akibat dari perbedaan tujuan dan metodologi ini, maka perbedaan hasil pun signifikan,” jelasnya.

Per September 2024, BPS mencatat tingkat kemiskinan nasional sebesar 8,57 persen atau sekitar 24 juta jiwa. Sementara menurut Bank Dunia, dengan garis kemiskinan 6,85 dolar AS PPP per kapita per hari (menggunakan PPP 2017 atau sebelum revisi), sekitar 60,3 persen penduduk Indonesia pada 2024 –atau sekira 171,8 juta jiwa- dianggap hidup di bawah standar kemiskinan menengah atas.

Kesenjangan tersebut semakin besar dengan revisi ke 8,30 dolar AS (PPP 2021 untuk negara berpendapatan menengah atas). Sehingga jumlah masyarakat miskin Indonesia meningkat menjadi 194,6 juta jiwa. Namun, Ibrahim menuturkan, revisi Bank Dunia terhadap garis kemiskinan global yang kini mengadopsi PPP 2021 merupakan langkah penting untuk mencerminkan realitas daya beli yang lebih mutakhir, berdasarkan hasil International Comparison Program (ICP) 2021.

Faktor Luar Negeri

Sementara itu, dari luar negeri, Ibrahim menerangkan beberapa sentimen yang memengaruhi pergerakan Mata Uang Rupiah pada hari ini. Terutama mengenai dinamika kebijakan tarif Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump.

Ibrahim menuturkan, Pengadilan banding telah memerintahkan agar tarif Trump tetap berlaku karena mempertimbangkan putusan sebelumnya yang memblokir rencana tarifnya. Putusan tersebut membuat rencana Trump untuk tarif ‘hari pembebasan’-nya, yang menguraikan pungutan tinggi terhadap mitra dagang utama, sebagian besar sudah berlaku, menjelang batas waktu awal Juli untuk penerapannya.

“Berita tentang putusan tersebut mengimbangi beberapa optimisme atas pernyataan AS dan China bahwa mereka telah mencapai kerangka kerja untuk pembicaraan perdagangan, meskipun para pejabat memberikan sedikit rincian aktual tentang perjanjian tersebut,” jelasnya.

Adapun, para pejabat AS mengatakan, perjanjian itu akan meresmikan deeskalasi perdagangan Mei yang dicapai di Jenewa, Swiss, dan juga akan membantu menyelesaikan masalah ekspor tanah jarang China dan pembatasan AS atas penjualan cip ke China.

Di samping itu, Ibrahim menuturkan, saat ini pasar juga tengah fokus dan tertuju pada data inflasi atau indeks harga konsumen AS. Data tersebut diketahui akan dirilis pada Rabu waktu setempat, sebagai isyarat lebih lanjut tentang ekonomi terbesar di dunia tersebut.

“Data tersebut diperkirakan menunjukkan inflasi sedikit menguat pada bulan Mei, tetap stabil di sekitar level yang terlihat sepanjang sebagian besar tahun 2025,” ungkapnya.

Ibrahim melanjutkan, tekanan harga AS sebagian besar telah menghentikan penurunannya dalam beberapa bulan terakhir, dengan gangguan yang berasal dari tarif Trump juga mendorong kenaikan harga konsumen. Data tersebut dapat memberi Federal Reserve lebih banyak dorongan untuk mempertahankan suku bunga tidak berubah.

“(Diprediksi) untuk perdagangan besok, mata uang rupiah fluktuatif namun ditutup melemah di rentang Rp 16.250—Rp 16.300 per dolar AS,” tutupnya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement

Rekomendasi

Advertisement