REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA - Bank Pembangunan Asia (Asian Development Bank/ADB) merilis proyeksi terbaru yang memperkirakan pertumbuhan ekonomi di kawasan Asia dan Pasifik mencapai 4,9 persen pada 2025. Angka pertumbuhan tersebut lebih rendah dibandingkan 2024 yang sebesar 5 persen.
"Kenaikan tarif, ketidakpastian tentang kebijakan Amerika Serikat, dan kemungkinan meningkatnya ketegangan geopolitik merupakan tantangan yang signifikan terhadap prospek ekonomi," kata Kepala Ekonom ADB Albert Park dalam keterangannya di Jakarta, Rabu (9/10/2025).
Menurut Albert, ekonomi di kawasan Asia harus mempertahankan komitmen mereka untuk membuka perdagangan dan investasi, yang telah mendukung pertumbuhan dan ketahanan kawasan itu.
"Berbagai perekonomian di kawasan Asia dan Pasifik yang sedang berkembang ditopang oleh fundamental yang kuat, sehingga menjadi landasan bagi ketangguhan di tengah lingkungan global yang menantang ini," ujarnya.
Lebih lanjut, Albert menuturkan permintaan domestik yang solid dan permintaan global yang kuat untuk semikonduktor yang didorong oleh peningkatan kecerdasan buatan mendukung pertumbuhan, tetapi tarif dan ketidakpastian perdagangan menjadi kendala.
Menurut Asian Development Outlook (ADO) April 2025 yang dirilis hari ini, Rabu (9/4/2025), pertumbuhan regional diperkirakan akan turun lebih lanjut menjadi 4,7 persen pada 2026. Inflasi diproyeksikan akan melandai menjadi 2,3 persen tahun ini dan 2,2 persen tahun depan seiring terus menurunnya harga pangan dan energi global.
Perkiraan pertumbuhan disusun sebelum pengumuman tarif baru oleh Pemerintah Amerika Serikat pada 2 April 2025, sehingga proyeksi dasar hanya mencerminkan tarif yang berlaku sebelumnya. Namun, ADO April 2025 menampilkan analisis tentang bagaimana tarif yang lebih tinggi dapat mempengaruhi pertumbuhan di Asia dan Pasifik.
Laporan ini mencatat bahwa meskipun ekonomi di kawasan ini cukup tangguh, perubahan yang lebih cepat dan lebih besar dari perkiraan dalam kebijakan perdagangan dan ekonomi Amerika Serikat menimbulkan risiko terhadap prospek.
Seiring dengan kenaikan tarif Amerika Serikat, meningkatnya ketidakpastian kebijakan dan tindakan pembalasan dapat memperlambat perdagangan, investasi, dan pertumbuhan.
Kemerosotan lebih lanjut pasar properti China, perekonomian terbesar kawasan ini, juga dapat menjadi penghambat pertumbuhan.
ADB memproyeksikan China akan tumbuh 4,7 persen tahun ini dan 4,3 persen tahun depan, dibandingkan dengan 5 persen tahun lalu.
Pertumbuhan lebih kuat di Asia Selatan dan Asia Tenggara, yang didorong oleh permintaan domestik, dan berlanjutnya pemulihan pariwisata di bagian lain kawasan ini, akan mengimbangi sebagian perlambatan di China.
India, yang merupakan perekonomian terbesar di Asia Selatan, diproyeksikan akan tumbuh 6,7 persen tahun ini dan 6,8 persen tahun depan. Perekonomian di Asia Tenggara diperkirakan akan tumbuh 4,7 persen tahun ini dan tahun depan.
Permintaan eksternal yang lemah diperkirakan memberatkan kegiatan perekonomian di kawasan Kaukasus dan Asia Tengah, sehingga pertumbuhan diproyeksikan melambat dari 5,7 persen pada 2024 menjadi 5,4 persen tahun ini dan 5 persen tahun depan.
Di Pasifik, pariwisata masih terus mendukung pertumbuhan, tetapi dengan laju lebih lambat, yang diperkirakan sebesar 3,9 persen tahun ini dan 3,6 persen tahun depan, dibandingkan dengan 4,2 persen tahun lalu.
ADB adalah bank pembangunan multilateral terkemuka yang mendukung pertumbuhan berkelanjutan, inklusif, dan tangguh di Asia dan Pasifik.
Bekerja sama dengan para anggota dan mitranya untuk mengatasi tantangan yang kompleks secara bersama-sama, ADB memanfaatkan perangkat keuangan yang inovatif dan kemitraan strategis untuk mengubah kehidupan, membangun infrastruktur berkualitas, dan melindungi bumi. Didirikan pada 1966, ADB beranggotakan 69 anggota, yang mana 49 di antaranya berada di kawasan Asia dan Pasifik.