REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – PT Bank SMBC Indonesia mencatatkan laba bersih konsolidasi setelah pajak yang diatribusikan ke induk sebesar Rp 2,8 triliun pada 2024, atau naik 19 persen dari tahun sebelumnya. Manajemen SMBC optimistis akan membukukan angka yang lebih tinggi pada tahun ini, seiring dengan dibangunnya kolaborasi dengan anak-anak perusahaannya.
“Kolaborasi adalah inti dari transformasi merek yang kami lakukan pada akhir 2024 lalu, dengan semangat ‘Bersama Lebih Bermakna. Kami akan terus memperkuat kesaturan entitas bisnis di dalam Grup SMBC Indonesia untuk menghadirkan layanan yang berdaya guna serta mengembangkan ruang inovasi untuk menghadirkan lebih banyak pertumbuhan yang bermakna bagi masyarakat Indonesia,” kata Direktur Utama SMBC Indonesia Henoch Munandar dalam acara Buka Bersama SMBC Indonesia dan anak perusahaan di kawasan Kuningan, Jakarta Selatan, Senin (10/3/2025).
Henoch mengatakan, sejak berdiri pada 5 Februari 1958 yang silam, SMBC Indonesia terus tumbuh menjangkau masyarakat di berbagai segmen dengan menghadirkan solusi finansial yang relevan. SMBC Indonesia membuktikan komitmen tersebut melalui pengembangan bisnis secara strategis. Salah satunya dengan menghadirkan unit usaha syariah pada 2008 yang kemudian memisahkan diri menjadi entitas anak usaha, yaitu BTPN Syariah, pada 2014 untuk lebih memfokuskan pelayanannya kepada segmen ultra mikro.
Kemudian, SMBC Indonesia meluncurkan Jenius sebagai pionir perbankan digital di Indonesia pada 2016. SMBC Indonesia juga mengakuisisi Grup OTO pada Maret 2024 untuk mengembangkan peluang pertumbuhan pasar pembiayaan kendaraan roda dua dan roda empat di Indonesia.
Direktur BTPN Syariah Arief Ismail mengatakan, untuk lebih memperluas pertumbuhan yang lebih bermakna, SMBC Indonesia melalui BTPN Syariah menawarkan produk dan layanan perbankan syariah yang inklusif untuk memberdayakan masyarakat di piramida terbawah. Yakni segmen ultra mikro, khususnya perempuan di ujung negeri untuk mewujudkan hidup yang lebih berarti.
“BTPN Syariah fokus melayani segmen ultra mikro Indonesia, khususnya perempuan yang disertai dengan pemberdayaan berkelanjutan dengan tujuan membangun perilaku unggul; berani berusaha, disiplin, kerja keras dan saling bantu (BDKS). Perilaku ini dinilai mampu memberikan kesempatan bagi mereka untuk memilliki kehidupan yang lebih bermakna,” ujar Arief.
Lebih lanjut, Arief mengemukakan alasan BPTN Syariah berfokus pada segmen ultra mikro. Ia menyebut bahwa segmen tersebut terbilang besar dan potensial di Indonesia, sehingga perlu ‘disentuh’ dan dikembangkan.
“Kita bikin semacam studi, kita melihat ada satu segmen yang memang belum tersentuh oleh sistem keuangan dan waktu itu pun ada program inklusi keuangan dari pemerintah. Segmen ini cukup besar, ya mungkin paling besar dari struktur penduduk Indonesia, jadi peningkatan ekonomi di segmen ini akan punya dampak yang besar juga untuk Indonesia, jadi itulah kenapa kami fokus di situ,” jelasnya.