Sabtu 15 Feb 2025 09:07 WIB

Pemerintah Stabilkan Harga Pangan Pokok Jelang Ramadhan dan Idul Fitri

Perintah Presiden harga pangan harus baik, harga stabil.

Rep: Frederikus Dominggus Bata / Red: Gita Amanda
Pemerintah berupaya menstabilkan harga pangan pokok strategis jelang Ramadhan.
Foto: Republika/Prayogi
Pemerintah berupaya menstabilkan harga pangan pokok strategis jelang Ramadhan.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Pemerintah berupaya menstabilkan harga pangan pokok strategis jelang Ramadhan dan Idul Fitri 2025. Ini mengacu pada arahan Presiden Prabowo Subianto agar harga bagi masyarakat mesti baik dan stabil saat momentum Hari Besar Keagamaan Nasional (HBKN) tersebut. 

Kepala Badan Pangan Nasional/National Food Agency (NFA) Arief Prasetyo Adi memastikan implementasi langkah penstabilan dengan cara mempertemukan hulu ke hilir dan mempertebal stok Cadangan Pangan Pemerintah (CPP). Pemerintah, kata Arief, akan melepas stok dari BUMN ke pasaran untuk menekan harga.

 

"Bapak Presiden Prabowo perintahnya harga pangan harus baik, harga stabil. Hari ini kita bisa lihat harga sangat baik dan stabil. Kemarin di Rakor HBKN bersama seluruh stakeholder pangan, semua mengatakan harganya baik," kata Kepala Bapanas, dalam keterangan resmi, dikutip Jumat (14/2/2025).

 

"Kalau harga telur sekarang di angka Rp 28 ribu sampai 30 ribu per kilogram, sudah, itu yang benar, supaya peternaknya tidak bangkrut. Lalu cabai sedikit naik, ini kita lagi siapkan intervensinya. Tapi kita sudah pertemukan langsung, karena harga produsen rendah tapi di hilirnya tinggi. Nah ini yang kita potong rantai distribusinya," kata Arief.

 

Terkait fluktuasi itu, pemerintah memang memiliki tantangan karena pergerakan inflasi komponen volatile food atau inflasi pangan kerap menanjak saat Ramadhan dan Idul Fitri. Dalam catatan Badan Pusat Statistik (BPS), inflasi pangan secara tahunan di Maret 2024 berada di 10,33 persen dan April 2024 di 9,63 persen. Sementara pada 2023, Ramadhan yang kala itu dimulai pada minggu terakhir Maret menorehkan inflasi pangan di 5,83 persen dan April 2023 di 3,74 persen.

 

Terkini, inflasi pangan secara tahunan di Januari 2025 dibuka pada tingkat 3,07 persen pada Januari lalu. Capaian ini merupakan yang paling rendah dibandingkan awalan 3 tahun terakhir. Pada Januari 2022 tercatat di 3,35 persen. Sementara Januari 2023 di 5,71 persen dan Januari 2024 diawali dengan inflasi pangan di 7,22 persen.

 

"Kuncinya adalah bagaimana dihubungkan ke hilirnya, makanya kita pertemukan hulu sama hilirnya. Jangan petani dibeli murah terus. Kita sudah hitung harga acuan pembelian yang sudah dibuat Badan Pangan Nasional. Itu tolong menjadi acuan. Kalau lebih sedikit atau kurang sedikit, itu biasa, tapi jangan terlalu jauh," tutur Arief.

 

Ia menjelaskan kembali tentang kondisi gula konsumsi. Ia tegaskan pengadaan Gula Kristal Mentah (GKM) atau raw sugar dari luar Indonesia sejumlah 200 ribu ton, itu semata-mata untuk penguatan stok CPP.

 

"GKM itu diputuskan dalam Rakortas 200 ribu ton, ini dipakai untuk CPP. Produksi kita cukup, sekali lagi, ini bukan karena kekurangan, tapi produksi kita cukup. Apapun yang terjadi ini ada untuk CPP. Tapi stok hari ini di PTPN ada 200 ribu ton, ini akan kita lepas semua," ungkap Arief.

 

"Kenapa dilepas? Supaya harganya nanti seperti yang diperintahkan Bapak Presiden, menjelang puasa dan lebaran, harganya baik. Jadi sebentar lagi, gula dilepas semua," katanya.

 

Dari data harga yang dihimpun BPS, secara nasional harga gula sampai minggu pertama (M1) Februari 2025 mengalami eskalasi sebesar 0,89 persen dibandingkan Januari 2025. Sampai M1 Februari 2025, rerata harga gula pasir menurut BPS berada di 18.365 per kilogram (kg).

 

"Impor raw sugar ini sama seperti waktu impor beras dulu, untuk memperkuat CPP. Jadi pemerintah harus punya stok yang dikuasai, supaya intervensi pun leluasa. Dari negara mana saja impor raw sugar itu? Nanti kita tugaskan BUMN. BUMN yang akan cari yang termurah, yang tercepat, yang terbaik. Biasanya bidding, mereka punya mekanismenya," kata Kepala NFA Arief Prasetyo Adi.

 

Menurut Food and Agriculture Organization (FAO), penurunan harga gula di pasar internasional didorong karena cuaca yang baik di Brasil, sehingga memberikan dampak positif terhadap proyeksi tebu yang akan dipanen. Di samping itu, keputusan India untuk membuka ekspor gula juga memberi tekanan pada harga gula dunia.

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement