REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan (Kemenkeu) telah membuat kesepakatan dengan pengusaha soal lebih bayar Pajak Pertambahan Nilai (PPN).
“Kami bersepakat restitusi dilakukan oleh penjual yang memungut lebih PPN kepada konsumen. Caranya seperti apa? Ini kan business to consumer (B2C), jadi mereka kembali dengan menyampaikan struk yang sudah dibawa selama ini,” kata Direktur Jenderal Pajak Suryo Utomo dalam Konferensi Pers APBN 2024, di Jakarta, Senin (6/1/2025).
Menurut Suryo, usai kebijakan tarif PPN 12 persen hanya dikenakan pada barang mewah diumumkan pada 31 Desember 2024, pihaknya menemui pelaku usaha untuk membahas penyesuaian yang perlu dilakukan. Pelaku usaha yang ditemui termasuk Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) dan Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia.
Salah satu pembahasan, yaitu mengenai penyesuaian sistem administrasi, mengingat pengumuman kebijakan dilakukan enam jam sebelum rencana implementasi. Terlebih, DJP mengatur kebijakan tarif PPN untuk barang tidak mewah menggunakan dasar pengenaan pajak (DPP) nilai lain sebesar 11/12 persen agar tidak menyalahi amanat undang-undang.
“Dengan penggunaan DPP nilai lain, otomatis sistem administrasi para pelaku juga mengalami perubahan. Di samping juga bahwa pajak sudah telanjur dipungut,” katanya lagi.
Terdapat dua poin utama yang menjadi kesepakatan. Pertama, DJP memberikan keluangan waktu selama tiga bulan untuk pengusaha menyesuaikan sistem mereka. Kedua, DJP tidak akan mengenakan sanksi kepada penjual bila terjadi kesalahan atau keterlambatan penerbitan faktur. Kedua ketentuan itu sudah diatur dalam Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-1/PJ/2025 yang diterbitkan tanggal 3 Januari 2025.
Bila terjadi kelebihan pemungutan PPN sebesar 1 persen, dari yang seharusnya sebesar 11 persen untuk barang tidak mewah namun telanjur dipungut sebesar 12 persen, pembeli dapat meminta pengembalian kepada penjual. Pengusaha kena pajak (PKP) penjual kemudian melakukan penggantian faktur pajak untuk memproses permintaan pengembalian lebih bayar tersebut.
Dalam kesempatan terpisah, asosiasi gabungan pengusaha mengapresiasi keputusan Pemerintah tentang pengenaan tarif PPN hanya dibatasi kepada barang mewah.
Ketua Komite Perdagangan Dalam Negeri Apindo sekaligus dalam kapasitas Ketua Umum Apregindo (Asosiasi Pengusaha Ritel Merek Global Indonesia) Handaka Santosa menilai, kebijakan itu mencerminkan keseimbangan antara kebutuhan negara dan kepentingan masyarakat serta pelaku usaha.
Selain itu, masa transisi selama tiga bulan yang diberikan pemerintah dinilai sebagai langkah bijak untuk memberikan waktu bagi dunia usaha mempersiapkan penerapan kebijakan ini secara maksimal. Sosialisasi teknis yang akan dilakukan pemerintah bersama asosiasi sektoral juga diharapkan dapat memastikan implementasi kebijakan berjalan lancar.