REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Analis mata uang Doo Financial Futures Lukman Leong mengatakn nilai tukar (kurs) Rupiah terhadap dolar Amerika (AS) mengalami pelemahan akibat sentimen domestik.
“Rupiah melemah oleh sentimen domestik yang masih lemah. inflasi yoy (year on year) Indonesia juga kembali turun, mengisyaratkan permintaan yang masih lemah,” ujarnya pada ANTARA di Jakarta, Kamis.
Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat laju inflasi tahunan mencapai sebesar 1,57 persen (yoy) pada Desember 2024. Angka ini sedikit lebih tinggi dibandingkan inflasi November 2024 yang tercatat 1,55 persen, tetapi masih lebih rendah dibandingkan inflasi tahunan Desember 2023 yang mencapai 2,61 persen.
Selain itu, Rupiah juga tertekan data manufaktur China yang dirilis pagi ini, mencapai 50,5 atau lebih rendah dari perkiraan 51,7. Namun, Rupiah disebut sempat rebound karena pernyataan Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani terkait defisit anggaran 2024 yang lebih rendah dari perkiraan.
“Sebelumnya, defisit anggaran diperkirakan akan berada di 2,7 persen, namun Sri Mulyani mengatakan defisit ternyata jauh di bawah itu tanpa memberikan angka spesifik, jika melihat defisit hingga bulan November adalah 1,81 persen. Defisit anggaran adalah salah satu yang menjadi kekuatiran investor saat ini. Defisit yang lebih kecil memberikan sedikit kelegaan,” ungkap Lukman.
Nilai tukar (kurs) Rupiah terhadap dolar AS yang ditransaksikan antarbank di Jakarta pada penutupan perdagangan hari ini melemah 66 poin atau 0,41 persen menjadi Rp 16.198 per dolar AS dari sebelumnya sebesar Rp 16.132 per dolar AS.
Kurs Jakarta Interbank Spot Dollar Rate (JISDOR) Bank Indonesia pada Kamis turut melemah ke level Rp 16.236 per dolar AS dari sebelumnya sebesar Rp 16.157 per dolar AS.