Jumat 27 Dec 2024 13:02 WIB

Kontroversi PPN 12 Persen Bikin Rupiah Terus Tertekan

Hingga saat ini mata uang Garuda masih berada di atas level Rp 16.000 per dolar AS.

Rep: Eva Rianti/ Red: Ahmad Fikri Noor
Sejumlah orang melakukan aksi  demonstrasi di seberang Istana Merdeka, Jakarta, Kamis (19/12/2024). Dalam aksinya mereka menolak kenaikan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) 12 persen pada 2025.
Foto: Republika/Prayogi
Sejumlah orang melakukan aksi demonstrasi di seberang Istana Merdeka, Jakarta, Kamis (19/12/2024). Dalam aksinya mereka menolak kenaikan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) 12 persen pada 2025.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Analisis mata uang yang juga Direktur PT Laba Forexindo Berjangka Ibrahim Assuaibi menilai kontroversi kebijakan kenaikan pajak pertambahan nilai (PPN) dari 11 persen menjadi 12 persen membuat nilai tukar mata uang rupiah terus melanjutkan pelemahan. Hingga saat ini mata uang Garuda masih berada di atas level Rp 16.000 per dolar AS.

Mengutip Bloomberg, pada perdagangan Jumat (27/12/2024) pukul 11.35 WIB, rupiah melemah 63 poin atau 0,39 persen menuju level Rp 16.253 per dolar AS. Rupiah kembali menyentuh level psikologisnya, Rp 16.000 per dolar AS sejak 16 Desember 2024 lalu.

Baca Juga

“Secara internal, faktor yang memengaruhi pelemahan rupiah adalah bahwa investor saat ini masih tertuju dengan PPN 12 persen yang ini menjadi satu blunder,” kata Ibrahim dalam keterangannya kepada wartawan, Jumat (27/12/2024).

Kondisi blunder tersebut maksudnya adalah kondisi yang tidak sinkron. Satu sisi, pemerintah menjalankan kebijakan tersebut sesuai dengan Undang-Undang (UU) yang berlaku, yakni UU Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP), yang diamanatkan berlaku per 1 Januari 2025. Namun di sisi lain, kondisi ekonomi global yang bermasalah berdampak terhadap ekonomi di Indonesia, terlebih dampak bagi kelas menengah ke bawah yang daya belinya makin tertekan.

“Apalagi kelas menengah ke bawah, ini sedang mengalami satu permasalahan, sehingga perlu ada satu penundaan. Bahwa Majelis Ulama Indonesia (MUI) memberikan saran kepada pemerintah agar PPN 12 persen itu ditunda,” terangnya.

Di samping sentimen tersebut, Ibrahim menyoroti kondisi perpolitikan di Indonesia yang gonjang ganjing, terutama masalah penetapan tersangka terhadap Sekretaris Jenderal (Sekjen) PDIP Hasto Kristiyanto. Dan itu menjadi salah satu faktor pelemahan rupiah pula.

“Pasca Sekjen PDIP dijadikan sebagai tersangka, ini juga sedikit membuat kegaduhan tersendiri, sehingga investor asing pun juga enggan untuk kembali masuk,” kata Ibrahim dalam keterangannya kepada wartawan, Jumat (27/12/2024).

Ibrahim menuturkan, akibat sentimen tersebut, bahkan banyak dana-dana asing yang keluar. Padahal semestinya di akhir-akhir tahun seperti ini tidak terlalu signifikan dana arus modal yang keluar. “Tetapi rupanya ini cukup mengagetkan,” tegasnya.

Ibrahim mengingat bahwa pemerintahan Prabowo Subianto melalui Kabinet Merah Putih masih ‘seumur jagung’, yang artinya stabilitas politik di dalam negeri sangat dibutuhkan agar investor-investor asing kembali masuk ke pasar dalam negeri.

Menurut analisinya, nilai tukar mata uang rupiah pada perdagangan Jumat (27/12/2024) akan bergerak melemah di kisaran Rp 16.240—Rp 16.270 per dolar AS.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement