Kamis 14 Nov 2024 18:05 WIB

Kredit Bermasalah BPR Tembus 11,67 Persen, OJK Siapkan Regulasi Baru

OJK berkomitmen untuk terus mendukung BPR dalam mengelola risiko kredit.

Rep: Dian Fath Risalah/ Red: Ahmad Fikri Noor
Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Dian Ediana Rae.
Foto: Tangkapan Layar
Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Dian Ediana Rae.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Otoritas Jasa Keuangan (OJK) tengah menyiapkan regulasi baru untuk mengatasi tingginya rasio Non-Performing Loan (NPL) atau kredit macet pada industri Bank Perkreditan Rakyat (BPR). Berdasarkan data per Agustus 2024, NPL BPR tercatat mencapai 11,67 persen, sebuah angka yang menunjukkan adanya peningkatan yang signifikan dalam beberapa tahun terakhir.

Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan (KEPP) Dian Ediana Rae mengatakan, peningkatan NPL ini sebagian besar dipengaruhi oleh berakhirnya kebijakan relaksasi yang diberlakukan selama pandemi Covid-19. Setelah Maret 2024, BPR mulai menyesuaikan kualitas kreditnya sesuai dengan ketentuan yang berlaku, yang berujung pada meningkatnya jumlah kredit macet.

Baca Juga

"Upaya OJK dalam meningkatkan pengelolaan aset yang senantiasa memperhatikan prinsip kehati-hatian dan manajemen risiko, termasuk evaluasi terhadap permasalahan dan penyelesaian atas pemberian kredit pasca pandemi Covid-19, akan terus didorong melalui regulasi baru ini," kata Dian dalam jawaban tertulis Konferensi Pers RDKB Oktober 2024 yang diterima Kamis (14/11/2024).

OJK pun berkomitmen untuk terus mendukung BPR dalam mengelola risiko kredit, dengan mengeluarkan Peraturan OJK (POJK) terbaru, yaitu POJK Nomor 1 Tahun 2024 tentang Kualitas Aset BPR. Regulasi ini diharapkan dapat membantu BPR untuk lebih berhati-hati dalam penyaluran kredit dan meningkatkan kualitas aset mereka.

Adapun, kenaikan NPL di industri BPR menunjukkan pentingnya upaya pengawasan yang lebih ketat dalam penyaluran kredit. Banyak BPR yang sebelumnya mengandalkan kebijakan relaksasi kredit selama pandemi, namun kini harus menghadapi realitas bisnis yang lebih ketat. OJK Pun mengingatkan BPR harus lebih teliti dalam melakukan evaluasi kredit, terutama untuk sektor yang rentan terhadap risiko.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement