REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ekonom Celios Bhima Yudhistira memprediksi bahwa pertumbuhan ekonomi Indonesia pada kuartal III 2024 akan berada di kisaran 4,9 hingga 4,96 persen, angka ini di bawah estimasi awal sebesar 5 persen.
Prediksi ini dipengaruhi oleh sejumlah faktor, termasuk pelemahan konsumsi rumah tangga. Menurut Bhima penurunan ini tercermin dalam Purchasing Managers' Index (PMI) manufaktur yang berada di bawah level 50, menunjukkan adanya kontraksi dalam sektor industri.
"Konsumen, terutama kelas menengah, sedang merasakan tekanan akibat kemungkinan kenaikan biaya hidup, sehingga mereka lebih berhemat dalam pengeluaran untuk barang-barang sekunder dan tersier," jelasnya kepada Republika, Senin (4/11/2024) malam.
Data indeks penjualan ritel menunjukkan penurunan pada berbagai sektor, termasuk suku cadang kendaraan bermotor dan belanja rekreasi. Pertumbuhan sektor makanan dan minuman juga mengalami pelambatan, sementara penjualan perlengkapan rumah tangga, seperti peralatan elektronik, turut mengalami kontraksi.
Dalam hal ekspor, Bhima mencatat bahwa ketegangan global, terutama di Timur Tengah, belum meningkatkan harga. Menurutnya, komoditas seperti nikel dan batubara masih menghadapi tekanan harga, yang berdampak pada permintaan produk Indonesia di pasar internasional.
Meskipun investasi terlihat besar secara nominal, kualitas serapan tenaga kerja masih rendah, berpengaruh terhadap kontribusi investasi terhadap Produk Domestik Bruto (PDB). Bhima pun mendorong pemerintah untuk menerapkan kebijakan konkret, seperti penundaan kenaikan pajak dan pengurangan PPN 12 persen.
Dia juga merekomendasikan kenaikan upah minimum sebesar 8 hingga 10 persen sebagai langkah untuk merangsang konsumsi rumah tangga. Ia berharap, kebijakan yang tepat dapat mendorong daya beli masyarakat dan memperbaiki kinerja ekonomi secara keseluruhan, agar pertumbuhan ekonomi dapat kembali ke jalur yang lebih positif.