Senin 02 Sep 2024 10:34 WIB

Merosotnya Jumlah Kelas Menengah dan Buruknya Kualitas Pertumbuhan Ekonomi

Pemerintah perlu memiliki terobosan dalam meningkatkan kembali jumlah kelas menengah.

Rep: Muhammad Nursyamsi/ Red: Ahmad Fikri Noor
Pencari kerja membawa dokumen untuk melamar pekerjaan saat Jakarta Job Fair 2024 di Jakarta, Selasa (14/5/2024).
Foto: Republika/Putra M. Akbar
Pencari kerja membawa dokumen untuk melamar pekerjaan saat Jakarta Job Fair 2024 di Jakarta, Selasa (14/5/2024).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ekonom Center of Economic and Law Studies (Celios) Nailul Huda mengatakan penurunan jumlah kelas menengah Indonesia harus menjadi perhatian pemerintah. Huda menyebut pemerintah perlu memiliki terobosan dalam meningkatkan kembali jumlah kelas menengah sebagai salah satu pendorong pertumbuhan ekonomi.

"Saya masih berkeyakinan kelas menengah kita masih membutuhkan peran pemerintah untuk bisa menahan daya beli mereka," ujar Huda saat dihubungi Republika di Jakarta, Senin (2/9/2024).

Baca Juga

Huda menyampaikan pemerintah memiliki berbagai opsi dalam membantu kelas menengah. Salah satu strategi yang bisa dilakukan pemerintah ialah dengan subsidi terhadap barang yang dikonsumsi oleh kelas menengah.

"Kelas menengah ini juga mengalami perlambatan pendapatan, yang mana pendapatan mereka hanya tumbuh 1,5 persen," ucap Huda.

Huda menilai hal ini tidak sebanding dengan tekanan yang dialami kelas menengah. Huda mengatakan kebutuhan kelas menengah dalam beberapa tahun terakhir mengalami peningkatan tajam akibat kenaikan tarif PPN.

"Barang-barang lainnya juga mengalami hal yang serupa seperti kenaikan harga beras dan lainnya," lanjut Huda.

Huda mengatakan penurunan jumlah kelas menengah juga mengindikasikan model pembangunan Indonesia yang tidak efektif. Menurut Huda, pertumbuhan ekonomi Indonesia saat ini tidak berkualitas, karena salah satu indikatornya adalah terlalu kedap dalam menyerap tenaga kerja.

"Dahulu, satu persen pertumbuhan ekonomi bisa menyerap hingga lebih dari 400 ribuan tenaga kerja. Saat ini satu persen ekonomi hanya menyerap 100ribuan tenaga kerja saja. Jadi memang masih jadi PR dalam hal kualitas pertumbuhan ekonomi," kata Huda.

 
 
 
View this post on Instagram
 
 
 

A post shared by Badan Pusat Statistik (@bps_statistics)

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement