Ahad 01 Sep 2024 15:49 WIB

Ini Ciri-ciri Masyarakat Menuju Kelas Menengah dan Rentan Miskin Menurut Pengamat

Ini mulai dari gaya hidup yang substitutif hingga memilih menekan kebutuhan pokok.

Rep: Eva Rianti/ Red: Ahmad Fikri Noor
Pengunjung memadati pusat perbelanjaan pakaian Pasar Baru, Kota Bandung, Jawa Barat, Kamis (4/4/2024).
Foto: Edi Yusuf/Republika
Pengunjung memadati pusat perbelanjaan pakaian Pasar Baru, Kota Bandung, Jawa Barat, Kamis (4/4/2024).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Badan Pusat Statistik (BPS) mencatatkan terjadinya penurunan drastis jumlah kelas menengah menjadi kelompok menuju kelas menengah dan rentan miskin. Pengamat menilai ada sejumlah ciri-ciri yang dapat terlihat dari kalangan kelas menengah dan rentan miskin, mulai dari gaya hidup yang substitutif hingga memilih menekan kebutuhan pokok.

Menurut laporan BPS, jumlah kelas menengah pada 2024 mencapai 17,13 persen, turun sekitar 4,32 persen dari angka 21,45 persen pada 2019. Artinya, ada sekitar 12 juta masyarakat kelas menengah yang mengalami penurunan kasta, ke kelompok menuju kelas menengah atau bahkan rentan miskin.

Baca Juga

Adapun, kelompok menuju kelas menengah jumlahnya mencapai 137,50 juta (49,22 persen) pada 2024, naik dari angka 128,85 juta (48,20 persen) pada 2019. Kelompok rentan miskin tercatat naik menjadi 67,69 juta jiwa (24,23 persen) pada 2024 dari angka 54,97 juta (20,56 persen) pada 2019.

Ukuran untuk kelas menengah adalah pengeluarannya 3,5—17 kali garis kemiskinan atau sekitar Rp 2,04 juta—Rp 9,90 juta per kapita per bulan. Adapun menuju kelas menengah 1,5—3,5 kali garis kemiskinan atau Rp 874,39 ribu—Rp 2,04 juta per bulan. Sedangkan kelompok renta miskin ukurannya adalah pengeluarannya 1—1,5 kali garis kemiskinan yakni Rp 582,93 ribu—Rp 874,39 ribu per bulan.

Pengamat Trubus Rahardiansyah berpendapat, ciri-ciri dari masyarakat menuju kelas menengah yang turun dari kelas menengah bisa terlihat dari pemilihan merek yang bersifat substitutif. Mulai dari pemilihan pakaian, kendaraan, hingga perawatan.

Dia menekankan bahwa masyarakat menuju kelas menengah berorientasi pada selera. Misalnya, selera busananya biasa mengacu pada merek ternama. Namun, dia kemudian akan memilih produk dengan harga yang lebih terjangkau.

“Modelnya begitu, menyiasati dengan cari yang substitusinya hampir sama,” ujar Trubus saat dihubungi Republika, Ahad (1/9/2024).

Sementara itu, ciri-ciri masyarakat rentan miskin yakni utamanya adalah mengurangi konsumsi. Sehingga terlihat jelas dengan cara menekan kebutuhan pokoknya.

Misalnya, Trubus mencontohkan yakni dengan yang biasanya makan tiga kali dalam sehari menjadi dua kali dalam sehari. “Masyarakat rentan miskin itu mengurangi konsumsi, memang risikonya rentan terhadap kesehatan karena hal-hal pokok ditekan. Tapi di tingkat pergaulan, dia masih berpenampilan seperti orang menengah,” tuturnya.

Lebih lanjut, Trubus menilai bahwa masyarakat rentan miskin memang mengalami kondisi beban ekonomi yang berat. Sehingga, kerap kali mengalami ketergantungan pada pinjaman.

“Beban ekonominya sangat berat, terus ketergantungan pada pinjaman tinggi, terus jarang menggunakan kartu kredit karena ketakutan nanti mengembalikannya bagaimana karena misalnya tidak punya penghasilan tetap karena di-PHK,” ujar dia.

Sebelumnya diberitakan, BPS menyebut kelas menengah merupakan salah satu penyumbang utama dari pengeluaran konsumsi rumah tangga. Pelaksana tugas (Plt) Kepala BPS Amalia Adininggar Widyasanti mengatakan kontribusi kelas menengah terhadap konsumsi rumah tangga relatif tinggi.

Amalia menyebut kelas menengah selama ini menjadi bantalan ekonomi Indonesia, termasuk saat menghadapi pandemi Covid-19. Amalia mengatakan kelas menengah memiliki sifat fast spender dan big spender yang terbukti memperkokoh perekonomian dari sisi permintaan atau konsumsi rumah tangga.

“Kalau kita lihat kontribusinya terhadap PDB, kelas menengah dan aspiring middle class atau menuju kelas menengah memberikan kontribusi terhadap konsumsi rumah tangga sebesar 81,49 persen,” ucap Amalia dalam konferensi pers, Jumat (30/8/2024).

Amalia mengatakan jumlah kelas menengah tercatat menurun pascapandemi, namun jumlah penduduk menuju kelas menengah mengalami kenaikan. Amalia mengatakan jumlah kelas menengah Indonesia pada 2023 sebesar 17,44 persen atau 2024 sebesar 17,13 persen lebih rendah daripada jumlah kelas menengah pada 2019 yang sebesar 21,45 persen.

Artinya ada penurunan jumlah kelas menengah sebesar 4,32 persen. Jumlah tersebut sekitar 12 juta orang penduduk Indonesia, dengan asumsi jumlah penduduk Indonesia sekitar 280 juta orang.

“Pada 2024, jumlah penduduk kelas menengah dan menuju kelas menengah sebanyak 185,35 juta orang atau 66,35 persen, ini lebih sedikit daripada 2019 yang sebanyak 186,18 juta orang atau 69,65 persen dari total penduduk,” sambung Amalia.

Amalia menyebut penurunan jumlah kelas menengah imbas dari pandemi covid-19. BPS, lanjut Amalia, telah memperkirakan hal ini terjadi akibat perlambatan ekonomi yang terjadi saat pandemi Covid-19.

“Semoga efeknya ini tidak berjalan lama dan kalau nanti kebijakan akan terus dilakukan oleh pemerintah, ini akan bisa pulih tentunya seperti sebelum pandemi covid-19,” tutur Amalia.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement