Sabtu 31 Aug 2024 14:42 WIB

Warisan Jokowi untuk Prabowo, Jumlah Kelas Menengah Terjun Bebas

Banyak kelas menengah yang turun kelas dan belum kembali.

Rep: M Nursyamsi/ Red: A.Syalaby Ichsan
Pengunjung mengamati produk fashion pada pameran Jakarta International Investment, Trade, Tourism and SME Expo (JITEX) 2024 di JCC, Senayan, Jakarta, Rabu (7/8/2024). JITEX 2024 merupakan Pameran Internasional Produk & UKM Lokal yang diinisiasi oleh Pemerintah Provinsi DKI Jakarta bekerjasama dengan HIPPINDO (Himpunan Peritel dan Penyewa Pusat Perbelanjaan Indonesia).Pameran yang berlangsung hingga 11 Agustus 2024 ini bertujuan untuk menarik pembeli lokal dan internasional guna mendukung pembangunan perekonomian nasional yang berkelanjutan, khususnya di Jakarta.
Foto: Republika/Prayogi
Pengunjung mengamati produk fashion pada pameran Jakarta International Investment, Trade, Tourism and SME Expo (JITEX) 2024 di JCC, Senayan, Jakarta, Rabu (7/8/2024). JITEX 2024 merupakan Pameran Internasional Produk & UKM Lokal yang diinisiasi oleh Pemerintah Provinsi DKI Jakarta bekerjasama dengan HIPPINDO (Himpunan Peritel dan Penyewa Pusat Perbelanjaan Indonesia).Pameran yang berlangsung hingga 11 Agustus 2024 ini bertujuan untuk menarik pembeli lokal dan internasional guna mendukung pembangunan perekonomian nasional yang berkelanjutan, khususnya di Jakarta.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Direktur Eksekutif Center of Reform on Economics (CORE) Mohammad Faisal mengatakan pemerintah memiliki pekerjaan besar dalam memulihkan pertumbuhan jumlah kelas menengah. Data Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan jumlah kelas menengah terus mengalami penurunan sejak 2019 yang sebanyak 57,33 juta orang atau 21,45 persen menjadi 47,85 juta orang atau 17,13 persen pada 2024.

"Banyak (kelas menengah) yang turun kelas dan belum kembali ke kelas menengah. Ini perlu menjadi perhatian pemerintah lebih serius untuk kelas menengah ke bawah," ujar Faisal saat dihubungi Republika di Jakarta, Sabtu (31/8/2024).

Baca Juga

Faisal menyampaikan kondisi tersebut berdampak signifikan dalam meningkatnya jumlah kelas rentan dan miskin. Faisal mengatakan dua kelas tersebut selama pandemi mendapat sokongan dari program bantuan sosial (bansos)  "Kita tahu bantuan sosial itu sifatnya temporer dan juga banyak yang tidak tepat sasaran," ucap Faisal. 

Faisal menyampaikan pemerintahan baru memiliki pekerjaan rumah (PR) besar dalam mengatasi persoalan tersebut. Faisal menilai pemerintah harus melakukan terobosan dalam sektor pembukaan lapangan kerja maupun wirausaha bagi usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM).

photo
Executive Director Center Of Reform On Economics (CORE Indonesia) Mohammad Faisal - (ROL/FAkhtar Khairon Lubis)

"Bagi yang membuka usaha kecil atau mikro bisa berkembang dengan cepat melalui berbagai inisiatif dengan memperluas akses pasar agar penjualannya meningkat dan bantuan-bantuan pendanaan, manajemen, dan lain-lain,"ujar Faisal. 

Faisal menyampaikan pemerintah juga harus selektif dalam menarik investasi yang berdampak besar terhadap pembukaan lapangan kerja. Faisal menilai tingginya tingkat investasi tanpa disertai pembukaan lapangan kerja yang masif akan terasa minim dampaknya dalam menjaga daya beli masyarakat. 

Faisal mengingatkan struktur ketenagakerjaan Indonesia mengalami perubahan pascapandemi. Jumlah pekerja formal hanya 40 persen atau turun dari sebelumnya yang sebesar 45 persen. Sedangkan jumlah pekerja informal naik dari 55 persen menjadi 60 persen. 

"Banyak lapangan pekerjaan formal yang tumbuhnya sangat lambat setelah pandemi, sehingga banyak lulusan, terutama generasi-generasi milenial ini penganggurannya mengalami peningkatan dan mereka juga akhirnya terbatas dari sisi pengeluaran," lanjut Faisal. 

Oleh karena itu, Faisal mendorong pemerintah memerhatikan implikasi investasi terdapat pembukaan lapangan kerja baru. Faisal menilai pemerintah harus memprioritaskan sektor usaha padat karya yang banyak menciptakan lapangan pekerjaan.

"Pemerintah juga harus mempertahankan sektor-sektor padat karya yang sudah ada, jangan sampai justru mengalami penurunan dan melakukan PHK besar-besaran, yang sebagaimana yang terjadi juga pada tahun ini," kata Faisal.

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement