Sabtu 13 Jul 2024 17:57 WIB

Rupiah Diprediksi Lanjutkan Penguatan Awal Pekan Depan di Level Rp 16.150

Ekonpmi Indonesia diperkirakan tetap tumbuh meski ekonomi global stagnan.

Rep: Eva Rianti/ Red: Friska Yolandha
Teller menghitung mata uang Dolar AS di kantor cabang Bank Muamalat Bintaro Jaya, Tangerang Selatan, Kamis (30/5/2024). Nilai mata uang Rupiah terhadap dolar melemah hingga mencapai Rp16.250 di tengah ekspektasi pemangkasan suku bunga bank sentral AS (The Fed) yang semakin berkurang.
Foto: Dok Republika
Teller menghitung mata uang Dolar AS di kantor cabang Bank Muamalat Bintaro Jaya, Tangerang Selatan, Kamis (30/5/2024). Nilai mata uang Rupiah terhadap dolar melemah hingga mencapai Rp16.250 di tengah ekspektasi pemangkasan suku bunga bank sentral AS (The Fed) yang semakin berkurang.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Nilai tukar rupiah terhadap dolar AS telah melanjutkan tren positif hingga akhir pekan Jumat (12/7/2024). Pengamat mata uang memprediksi penguatan mata uang Garuda akan berlanjut pada awal pekan depan, Senin (15/7/2024).

“Pada perdagangan akhir pekan, mata uang rupiah ditutup menguat 58 poin walaupun sebelumnya sempat menguat 65 poin di level Rp 16.136 dari penutupan sebelumnya di level Rp 16.194. Sedangkan untuk perdagangan Senin depan, mata uang Rupiah fluktuatif namun ditutup menguat di rentang Rp 16.080—Rp 16.150,” kata Direktur Laba Forexindo Berjangka Ibrahim Assuaibi dalam keterangannya, dikutip Sabtu (13/7/2024).

Baca Juga

Ibrahim menjelaskan berbagai faktor yang memengaruhi pergerakan fluktuatif rupiah yang cenderung mengalami penguatan belakangan ini Baik faktor atau sentimen eksternal maupun sentimen internal.

“(Sentimen eksternal) greenback terpukul oleh data CPI (Indeks Harga Konsumen) yang lebih lemah dari perkiraan, yang menunjukkan inflasi sedikit lebih tenang dari perkiraan pada bulan Juni. Angka tersebut meningkatkan spekulasi bahwa Federal Reserve akan lebih percaya diri untuk mulai memangkas suku bunga,” ujar Ibrahim.

Dia mengatakan, para pedagang memperkirakan kemungkinan sebesar 83,4 persen bahwa The Fed akan menurunkan suku bunga pada September mendatang, dibandingkan dengan peluang sebesar 64,7 persen yang terlihat pada pekan lalu, menurut CME Fedwatch.

Namun, lanjutnya, penurunan tajam yen memicu pertanyaan apakah pemerintah Jepang secara aktif melakukan intervensi di pasar mata uang. Para pejabat memberikan sedikit petunjuk mengenai masalah ini, bahkan setelah memberikan serangkaian peringatan dalam beberapa minggu terakhir mengenai taruhan agresif terhadap yen.

Adapun di Asia, data neraca Bank of Japan yang akan segera dirilis diharapkan dapat memberikan kejelasan lebih lanjut mengenai apakah pemerintah melakukan intervensi. Para pedagang juga berspekulasi apakah short pada yen tertekan oleh penurunan tajam dolar, menyusul lemahnya pembacaan CPI pada Juni.

Kemudian, surplus perdagangan China melonjak mendekati level tertinggi dalam dua tahun terakhir, sementara ekspor juga tumbuh lebih besar dari perkiraan. Namun peningkatan tarif perdagangan terhadap ekspor utama China, seperti kendaraan listrik, dapat mengimbangi tren tersebut.

“Fokus saat ini adalah pada siding pleno ketiga Partai Komunis China untuk mengetahui lebih banyak isyarat mengenai perekonomian dan stimulus. Rencananya, pertemuan tersebut akan dilakukan pada minggu depan,” ujar Ibrahim.

Sentimen internal penguatan....

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement