Rabu 10 Jul 2024 12:56 WIB

Luhut Ungkap Pemerintah Perketat BBM Bersubsidi Mulai 17 Agustus, Ini Persiapan Pertamina

Ini agar subsidi BBM lebih dirasakan oleh orang yang berhak alias tepat sasaran.

Rep: Frederikus Bata/ Red: Ahmad Fikri Noor
Pengendara mengisi bahan bakar minyak (BBM) jenis pertalite di SPBU di kawasan Jalan Pemuda, Rawamangun, Jakarta Timur, Senin (13/5/2024).
Foto: Republika/Thoudy Badai
Pengendara mengisi bahan bakar minyak (BBM) jenis pertalite di SPBU di kawasan Jalan Pemuda, Rawamangun, Jakarta Timur, Senin (13/5/2024).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- PT Pertamina (Persero) merespons pernyataan Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi, Luhut Binsar Pandjaitan perihal rencana pembatasan subsidi Bahan Bakar Minyak (BBM). Dalam video yang diunggah di Instagram-nya, Luhut mengatakan pemerintah akan memperketat penyaluran subsidi BBM sejak 17 Agustus 2024 nanti.

Ini agar subsidi BBM tersebut, lebih dirasakan oleh orang yang berhak alias tepat sasaran. Pada saat yang sama, ia meyakini hal itu bisa menghemat anggaran negara. "Pertamina sedang menyiapkan, kita berharap 17 Agustus ini sudah bisa kita mulai," kata purnawiran Jenderal Bintang Empat ini di media sosial miliknya.

Baca Juga

Vice President Corporate Communication Pertamina, Fadjar Djoko Santoso mengatakan perusahaannya akan melaksanakan arahan pemerintah. Pertamina, jelas dia, sudah melakukan upaya-upaya agar subsidi BBM bisa tepat sasaran. Upaya demikian akan terus dilakukan.

Pertama, Pertamina menggunakan teknologi informasi untuk memantau pembelian BBM Bersubsidi di SPBU-SPBU secara real time. Ini untuk memastikan konsumen yang membeli adalah masyarakat yang berhak. BUMN tersebut mengembangkan alert system yang mengirimkan exception signal dan dimonitor langsung dari command center Pertamina.

"Melalui sistem ini, data transaksi tidak wajar seperti pengisian di atas 200 liter Solar untuk satu kendaraan bermotor atau pengisian BBM PSO kepada kendaraan yang tidak mendaftarkan nomor polisi (nopol) kendaraannya akan termonitor langsung oleh Pertamina," kata Fadjar dalam keterangan tertulis di Jakarta, Rabu (10/7/2024).

"Sejak implementasi exception signal ini pada tanggal 1 Agustus 2022 hingga kuartal I 2024, Pertamina telah mengurangi risiko penyalahgunaan BBM bersubsidi senilai 281 juta dollar AS atau sekitar Rp 4,4 triliun."

Kedua, program penguatan sarana dan fasilitas digitalisasi di SPBU. Pertamina berkomitmen melakukan digitalisasi di seluruh SPBU Pertamina yang mencapai lebih dari 8000 SPBU. Ini termasuk SPBU yang berada di daerah 3T (Tertinggal, Terdepan, Terluar). Hasilnya, hingga saat ini 82 persen SPBU telah terkoneksi secara nasional.

"Semakin banyak SPBU yang terkoneksi dengan sistem digitalisasi Pertamina, akan semakin memudahkan monitoring dan pengawasan atas penyaluran BBM bersubsidi," ujar Fadjar.

Ketiga, Pertamina terus meningkatkan kerja sama dengan Aparat Penegak Hukum (APH) untuk meningkatkan pengawasan dan penindakan kegiatan penyalahgunaan BBM Bersubsidi yang tidak sesuai peruntukannya. Keempat, Pertamina mendorong masyarakat ikut dalam Program Subsidi Tepat secara daring guna mengidentifikasi konsumen yang berhak dan memonitor konsumsi atas JBT Solar dan JBKP Pertalite.

Fadjar mengungkapkan, selama 2023 Pertamina melakukan pengendalian penyaluran JBT Solar dan JBKP Pertalite sehingga realisasi penyaluran berada di bawah kuota yang ditetapkan Pemerintah. Realisasi penyaluran selama 2023 untuk JBT Minyak Solar sebesar 17,4 Juta kiloliter (KL) dan JBKP Pertalite adalah 30,0 Juta KL.

Sebelumnya, rencana pengetatan penyaluran subsidi BBM disinggung Luhut, saat ia membahas defisit APBN yang bisa lebih besar dari target. Menurutnya itu karena kurang efisien pemakaian anggaran di berbagai sektor. Pemerintah, kata dia, juga mendorong pengembangan bioetanol sebagai bahan bakar pengganti BBM fosil.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement