Ahad 16 Jun 2024 18:01 WIB

Rupiah Diprediksi Masih Melemah pada Pembukaan Perdagangan Pekan Depan, Ini Analisisnya

Rupiah diprediksi bergerak di level Rp 16.400-an per dolar AS.

Rep: Eva Rianti/ Red: Mas Alamil Huda
Teller menghitung mata uang Dolar AS di kantor cabang Bank Muamalat Bintaro Jaya, Tangerang Selatan, Kamis (30/5/2024). Nilai mata uang Rupiah terhadap dolar melemah hingga mencapai Rp 16.250.
Foto: Dok Republika
Teller menghitung mata uang Dolar AS di kantor cabang Bank Muamalat Bintaro Jaya, Tangerang Selatan, Kamis (30/5/2024). Nilai mata uang Rupiah terhadap dolar melemah hingga mencapai Rp 16.250.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Pengamat pasar uang Ibrahim Assuaibi memproyeksikan mata uang rupiah akan melemah pada pembukaan perdagangan awal pekan depan, Senin (17/6/2024). Mata uang Garuda diprediksi bergerak di level Rp 16.400-an per dolar AS.

“Untuk perdagangan Senin depan (17/6/2024), mata uang rupiah fluktuatif namun ditutup melemah di rentang Rp 16.400-Rp 16.470 per dolar AS,” kata Ibrahim dalam keterangannya, dikutip Ahad (16/6/2024).

Baca Juga

Prediksi pelemahan itu melanjutkan pelemahan mata uang Garuda pada perdagangan pekan sebelumnya. Tercatat, pada perdagangan akhir pekan ini, Jumat (14/6/2024), mata uang rupiah ditutup melemah tajam 142 poin menuju level Rp16.412 per dolar AS, dari penutupan perdagangan sebelumnya Rp16.270 per dolar AS.

Ada sejumlah faktor atau sentimen yang mendorong berlanjutnya pelemahan kurs rupiah. Ibrahim mengatakan, di antara sentimennya berasal dari faktor risiko ekonomi global yang masih cenderung negatif.

“Ketegangan geopolitik yang meningkat dapat menyebabkan harga komoditas bergejolak. Sementara fragmentasi perdagangan lebih lanjut berisiko menyebabkan gangguan tambahan pada jaringan perdagangan,” tuturnya.

Ibrahim mencontohkan, sejumlah komoditas yang mengalami gejolak akibat pelemahan mata uang rupiah. Yakni mulai dari pupuk, alat elektronik, hingga minyak mentah.

“Minyak mentah Indonesia impor 200 ribu barrel per hari, yang artinya bisa dikurangi. Dan ini sudah terlihat dari BBM bersubsidi yang semakin sulit, baik pertalite maupun solar,” ujarnya.

Sentimen lainnya yakni, perang dagang antara negara-negara adidaya menyebabkan penguatan pada dolar AS yang kemudian berdampak melemahkan rupiah. Seperti perang dagang AS vs China dan perang dagang China vs Uni Eropa yang hingga kini masih memanas.

Peningkatan ketegangan perang dagang itu dipicu oleh peningkatan tarif impor terhadap produk otomotif asal China, seperti mobil listrik dan aki listrik. Lantas, aksi itu memicu respons balik dari China dengan memberlakukan tarif impor terhadap barang-barang dari Uni Eropa dan AS.

Ketegangan perang daganga membuat mata uang Garuda tak terelakkan untuk melanjutkan tren pelemahan. Bahkan Ibrahim memprediksi pada Juni, pergerakan rupiah bisa saja menembus Rp 16.500 per dolar AS.

“Ada kemungkinan besar pada bulan Juni ini rupiah akan kembali melemah, bisa saja di level Rp 16.450 per dolar AS, kalau seandainya tembus kemungkinan di Rp 16.500 per dolar AS,” tutupnya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement