Ahad 21 Apr 2024 19:30 WIB

BRIN: Minyak Sawit Paling Memungkinkan Diolah Jadi Energi

CPO Indonesia sangat melimpah untuk digunakan sebagai sumber biodisel.

Karyawan menunjukkan sampel bahan bakar B40 saat peluncuran uji jalan penggunaan B40 di halaman Kementerian ESDM, Jakarta, Rabu (27/7/2022).
Foto: Prayogi/Republika.
Karyawan menunjukkan sampel bahan bakar B40 saat peluncuran uji jalan penggunaan B40 di halaman Kementerian ESDM, Jakarta, Rabu (27/7/2022).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) menyebutkan minyak sawit merupakan bahan baku energi baru terbarukan yang paling memungkinkan untuk menggantikan posisi bahan bakar fosil.

"Hasil asesmen yang dilakukan oleh tim energi terbarukan BRIN, minyak sawit merupakan bahan yang paling memungkinkan untuk dikembangkan," kata Kepala Pusat Riset Tanaman Pangan BRIN Yudhistira Nugraha.

Baca Juga

Yudhistira mengatakan ada tiga faktor yang menjadikan minyak sawit potensial. Yakni kesiapan bahan baku; kesiapan teknologi dan hilirisasi; serta kebijakan pemerintah baik dari segi insentif, pendanaan, dan investasi.

Menurut dia, Indonesia merupakan penghasil minyak sawit mentah atau crude palm oil (CPO) terbesar di dunia dengan produksi diperkirakan mencapai 44,2 juta ton. "Potensi tersebut merupakan sumber yang sangat melimpah untuk digunakan sebagai sumber biodisel," kata Yudhistira.

Dia menyampaikan bahwa pemerintah sudah dan sedang menjalankan konversi bahan bakar minyak berbasis CPO, yaitu biodiesel B20 dan B30, serta ke depan B100 (green solar).

"Pengembangan teknologi produksi biofuel atau bahan bakar nabati berbasis minyak sawit mentah memerlukan biaya investasi yang tinggi, sehingga hal itu menjadi tantangan tersendiri dalam pengembangan bahan bakar alternatif tersebut," ujarnya.

Yudhistira menuturkan pengembangan co-processing dalam memproduksi biofuel berbasis CPO perlu didorong agar dapat mewujudkan kemandirian energi di dalam negeri. "Efisiensi produksi fossil fuel saat ini masih lebih tinggi daripada biofuel perlu dipertimbangkan terkait green inflation, sehingga perlu kebijakan hati-hati dalam penerapan secara nasional agar tidak mempengaruhi keseluruhan perekonomian nasional," tuturnya.

 

sumber : ANTARA
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement