REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pembangunan infrastruktur stasiun pengisian daya (charging) kendaraan listrik menjadi perhatian pemerintah, terutama di tempat umum, hunian vertikal (seperti apartemen atau rumah susun), dan lokasi strategis yang memiliki jumlah 'heavy user electric vehicle' yang tinggi.
Deputi Bidang Koordinasi Infrastruktur dan Transportasi Kementerian Koordinator Maritim dan Investasi Rachmat Kaimuddin dalam diskusi kendaraan listrik untuk zero emisi bersama 'International Council on Clean Transportation' (ICCT) di kawasan Sudirman, Jakarta Pusat, Rabu (28/2/2024), optimistis titik-titik pemasangannya akan terus bertambah seiring pertumbuhan minat produsen otomotif memasok kendaraan listrik ke Indonesia.
"Sambil pertumbuhan ini berjalan, kami akan meninjau secara teratur pemasangan 'charging'-nya. Presiden juga memberi persetujuannya agar kami mendorong pembangunan charging ini di tempat-tempat umum yang banyak, dan juga dimudahkan," kata Rachmat.
Hasil studi peneliti ICCT menyebut jumlah infrastruktur pengisi daya di tempat umum yang dibutuhkan untuk mencukupi kebutuhan dua juta kendaraan listrik pada 2030 sebanyak 25.600.
Menurut hasil studi yang ditulis oleh Tenny Christiana, Logan Pierce, Chelsea Baldino, dan Jacob Schmidt, investasi yang dibutuhkan untuk membangun 25.600 unit stasiun pengisi daya kendaraan listrik mencapai 597 juta dolar AS (atau Rp8,86 triliun), yang dapat ditutup dari belanja pemerintah dan swasta.
Sementara itu, PT PLN saat ini telah menyuplai listrik untuk 1.124 SPKLU dan 1.839 Stasiun Penukaran Baterai Kendaraan Listrik Umum (SPBKLU) di 427 lokasi. PLN juga menawarkan layanan pemasangan perangkat pengisian daya kendaraan listrik di rumah.
Rachmat menanggapi, situasi saat ini yang belum mencapai jumlah ideal menurut hasil studi, bukan berarti menjadi hambatan membeli EV.
Karena, banyak produsen otomotif yang memberi servis berupa perangkat pengisi daya rumahan (home charging) dan menyediakan jaringan diler yang memiliki layanan isi daya kendaraan listrik buatan mereka.
Rachmat sendiri pengguna Ioniq sejak lama, dan mengaku terbantu dengan layanan pengisian daya kendaraan listrik yang diberikan oleh produsen otomotif.
"Saya memakai colokan bawaan yang cuma 2 kW, sejauh ini enggak ada kendala isi daya karena satu kali isi daya itu bisa pakai lima sampai tujuh hari sebenarnya, kalau baterai terisi penuh," kata dia.
"Infrastruktur charging memang sangat penting, perlu banget kita perhatikan. Tapi apakah ini menjadi 'bottleneck', belum, menurut saya," tambah Rachmat.
Tapi pemerintah juga tidak ingin menunda-nunda pembangunan infrastruktur stasiun pengisi daya sampai semua yang memiliki EV di rumah mengeluh, baru dibangun. Tidak demikian.
Dia mengisyaratkan, pemerintah akan menaruh infrastruktur yang sesuai dengan tempat dan kebutuhan. Misalnya, di hunian vertikal yang penghuninya banyak memakai EV, agar tidak menyulitkan, harus tersedia pengisi daya yang cepat (fast charging).
Terkait Stasiun Penukaran Baterai (swapping battery) kendaraan sepeda motor listrik, pemerintah juga akan menambah jumlah tempatnya sambil standar kualitas baterai yang diharapkan para pabrikan maju bisa disepakati bersama-sama.
"Intinya kami mendorong heavy-heavy user EV, mencocokkan standar kualitas baterai dan tempat penukarannya," kata Rachmat.