REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Perang Israel-Hamas telah meningkatkan risiko geopolitik di pasar keuangan. Investor menunggu apakah konflik tersebut akan terjadi di negara lain dan berpotensi menaikkan harga minyak lebih lanjut dan memberikan pukulan baru terhadap perekonomian dunia.
Perdagangan saham berfluktuasi dalam sepekan terakhir. Pasar khawatir negara-negara lain seperti Iran akan terlibat. Namun perhatian investor masih berfokus pada suku bunga dan isu-isu yang berkaitan dengan perekonomian AS jika perang tidak meluas ke nergara lainnya.
"Selama perang masih relatif terlokalisasi, investor AS akan mengawasi Timur Tengah namun tetap fokus pada Federal Reserve dan musim laporan keuangan,” kata ahli strategi pasar Murphy & Sylvest di Elmhurst, Illinois, Paul Nolte, dilansir Reuters, Senin (16/10/2023).
Minyak berjangka melonjak hampir enam persen pada Jumat (13/10/2023) karena investor memperkirakan kemungkinan konflik Timur Tengah yang lebih luas. Kepala penasihat ekonomi grup UniCredit Erik Nielsen reaksi pasar relatif tenang sepekan terakhir meskipun mata uang shekel Israel mendapat pukulan besar.
"Saya tidak tahu apakah pasar akan tetap berperilaku baik. Hal ini hampir pasti bergantung pada apakah konflik terbaru ini masih bersifat lokal atau justru meningkat menjadi perang Timur Tengah yang lebih luas," kata Nielsen
S&P 500 turun 0,5 persen pada Jumat. Aset-aset safe haven seperti emas menjadi incaran investor dengan pembelian emas naik lebih dari tiga persen. Sementara dolar AS menyentuh level tertinggi satu minggu.
Kepala ekonom global di The Economic Outlook Group di Princeton, New Jersey, Bernard Baumohl, konflik yang meluas juga kemungkinan akan menyebabkan inflasi. Sebagai imbasnya, suku bunga di seluruh dunia berpotensi semakin meningkat.
Meskipun inflasi dan suku bunga di negara-negara lain kemungkinan akan meningkat dalam skenario terburuk ini, Amerika Serikat bisa menjadi pengecualian karena investor asing mengalirkan modal ke tempat yang mereka anggap sebagai tempat berlindung yang aman selama konflik global.
Di Eropa, para ekonom mengatakan kemungkinan kenaikan suku bunga Bank Sentral Eropa masih tinggi. Perang antara kelompok Hamas dan Israel menimbulkan salah satu risiko geopolitik paling signifikan terhadap pasar minyak sejak invasi Rusia ke Ukraina tahun lalu.
“Jika perang Ukraina mengajarkan kita sesuatu, maka kita tidak boleh meremehkan dampak geopolitik,” kata ekonom Eropa Nomura, George Moran.
Pasar energi lainnya juga dapat terkena dampak. Hal tersebut sudah tercermin dari langkah Chevron yang menghentikan ekspor gas alam melalui pipa bawah laut utama antara Israel dan Mesir.
Kepala investasi di Cresset Capital, Jack Ablin, mengatakan kenaikan harga minyak sepertinya tidak akan berdampak signifikan terhadap harga gas atau belanja konsumen AS. Namun situasinya perlu dipantau.
"Jika tiba-tiba produksi minyak berkurang atau transportasi minyak terganggu maka hal ini tentu akan menimbulkan masalah tidak hanya bagi perekonomian tetapi juga bagi pasar," kata Ablin.
Menurut Ablin, minyak, saham perusahaan minyak dan komoditas serta emas dapat berfungsi sebagai lindung nilai yang efektif bagi investor.