Kamis 07 Sep 2023 15:51 WIB

OJK: Milenial dan Gen Z Harus Cerdas Kelola Keuangan

Milenial dan Gen Z diharapkan memilih layanan keuangan yang legal dan berizin OJK.

Rep: Novita Intan/ Red: Gita Amanda
Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menilai literasi keuangan menjadi suatu hal yang penting agar masyarakat khususnya generasi muda bisa mengelola keuangan pada masa depan.  (ilustrasi)
Foto: www.freepik.com
Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menilai literasi keuangan menjadi suatu hal yang penting agar masyarakat khususnya generasi muda bisa mengelola keuangan pada masa depan. (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menilai literasi keuangan menjadi suatu hal yang penting agar masyarakat khususnya generasi muda bisa mengelola keuangan pada masa depan. Setidaknya para milenial dan gen z bisa memahami produk, fitur, manfaat dan risiko, hak dan kewajiban sebagai konsumen termasuk mekanisme perlindungan konsumen.

 

Baca Juga

Kepala Departemen Literasi, Inklusi Keuangan, dan Komunikasi OJK, Aman Santosa, mengatakan dalam pengelolaan keuangan para milenial dan gen z perlu memerhatikan hal-hal yang penting dalam memilih produk dan layanan jasa keuangan untuk mengelola manajemen keuangannya. 

“Jadi prinsipnya kalau kita sudah suka membeli yang tidak diperlukan, kalau membeli sesuatu yang tidak produktif, siap-siap lah tidak membeli barang barang yang dibutuhkan sebelumnya,” ujarnya saat acara Financial Literacy Roadshow bertema ‘Visi Indonesia Emas 2045: Milenial Melek Keuangan, Cari Cuan dan Aman’ melalui keterangan tulis dikutip Kamis (7/9/2023).

Menurutnya para milenial dan gen z juga perlu memperhatikan barang-barang apa saja yang memang dianggap penting untuk memenuhi kebutuhan sebelum terlanjur melakukan transaksi pembelian terhadap barang tersebut. 

“Intinya kita ingin mengatakan wisdom (kebijaksanaan) yang kedua adalah teliti sebelum membeli, kita sebelum transaksi pahami betul-betul itu merupakan kebutuhan yang kita butuhkan,” ucapnya.

Hal terakhir yang dapat dilakukan dalam memilih produk ataupun layanan jasa keuangan yakni legalitasnya, apakah produk ataupun layanan tersebut diawasi oleh OJK atau tidak, dan bersifat legal atau ilegal.  

“Intinya yang legal itu berizin OJK, yang tidak legal tidak berizin dari OJK, kalau tidak berizin hampir dipastikan bisa menyesatkan," ucapnya.

 

Sedangkan produk keuangan yang terdaftar OJK, sudah tentu diawasi dan mengikuti aturan main yang harus dipenuhi sehingga konsumen akan relatif lebih aman. Maka itu dia mengimbau, jangan sampai kaum milenial terjerumus ke dalam lingkaran pinjaman online ilegal. 

 

“Kami meminta agar dapat membedakan mana pinjol yang legal dan ilegal di tengah menjamurnya pinjol yang menyesatkan masyarakat,” ucapnya.

Sementara itu Dekan Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia (FEB UI) Teguh Dartanto menambahkan para milenial dan gen z merupakan generasi paling adaptif terhadap perkembangan zaman. Adapun tren penggunaan paylater untuk memenuhi berbagai kebutuhan hidup seperti memesan makanan, fashion hingga agen perjalanan.

 

“Bayangkan saja dengan one click, mereka bisa melakukan apa saja seperti memesan makanan hingga produk fashion dengan pay later,” ucapnya.

 

Menurutnya layanan paylater uang saat ini hadir berbagai platform digital memberikan kemudahan. Apalagi proses pendaftarannya relatif cepat dan pengajuannya mudah. 

“Pokoknya paylater itu dibuat menyenangkan bagi masyarakat. Ini yang menyebabkan layanan satu ini populer, termasuk kalangan milenial dan gen z,” ucapnya.

 

Dari sisi lain, penggunaan paylater yang berlebihan bisa menjadi bumerang bagi penggunanya. Bagai pisau bermata dua. Alih-alih ingin memudahkan beragam kebutuhan hidup justru bisa membelit masalah finansial. “Kita tidak sengaja klik ini, klik itu tapi kan akhir bulan utangnya harus dibayar. Kalau tidak bisa dibayar bagaimana?” ucapnya.

Ke depan pihaknya mewanti-wanti kaum muda agar bijak dalam menggunakan layanan paylater. Jangan sampai menimbulkan masalah keuangan di kemudian hari. Hal tersebut bisa memberikan credit score buruk bagi pengguna yang tercatat dalam BI Checking atau kini populer dengan istilah Sistem Layanan Informasi Keuangan (SLIK).

 

“Kalau nama kita sudah masuk kategori buruk, tentu saja akan merugikan masa depan seperti tidak bisa mengajukan KPR rumah dan sebagainya,” ucapnya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement