Rabu 06 Sep 2023 07:08 WIB

Menilik Penyebab Ekonomi China Melambat dan Imbasnya ke Indonesia

Tingkat pengangguran China juga mulai naik pada bulan lalu.

Rep: Iit Septyaningsih/Rahayu Subekti/ Red: Lida Puspaningtyas
Foto udara proyek pembangunan perumahan milik developer Evergrande di Beijing, Rabu (22/9).
Foto:

 

Otoritas Jasa Keuangan (OJK) juga mengungkapkan saat ini ketidakpastian perekonomian global masih terjadi. Meskipun begitu, Ketua Dewan Komisioner OJK, Mahendra Siregar memastikan stabilitas sektor jasa keuangan nasional tetap terjaga.

"Sektor jasa keuangan resilien dengan indikator prudensial seperti permodalan maupun likuiditas yang memadai serta profil risiko yang terjaga di tengah meningkatnya ketidakpastian perekonomian global," kata Mahendra dalam konferensi pers RDK Bulanan OJK Agustus 2023, Selasa (9/5/2023).

Dia menuturkan, divergensi perekonomian global masih berlanjut. Hal itu seiring ekonomi Amerika Serikat (AS) yang resilien di tengah inflasi inti yang terus menurun.

Menurutnya, resiliensi ekonomi tersebut meningkatkan ekspektasi bahwa The Fed lebih hawkish. Sementara di Eropa, Mahendra menyebut pertumbuhan ekonomi kembali turun menjadi 0,6 persen secara tahunan pada kuartal II 2023 dari 1,1 persen pada kuartal sebelumnya dan inflasi inti masih persisten tinggi.  

Di sisi lain, Mahendra mengatakan, momentum pemulihan ekonomi China semakin termoderasi.

"Indikator-indikator ekonomi China tercatat di bawah ekspektasi dengan inflasi yang masuk ke zona deflasi dan kinerja eksternal yang terkontraksi," jelas Mahendra.

Selain itu, Mahendra mengatakan tekanan pada sektor properti di China kembali meningkat. Hal tersebut seiring munculnya permasalahan pada beberapa pengembang properti besar.

Di domestik, Mahendra memastikan, ekonomi Indonesia tumbuh positif pada kuartal II 2023 yaitu sebesar 5,17 persen secara tahunan.

"Angka ini naik dari kuartal sebelumnya sebesar 5,04 persen secara tahunan, didorong oleh kinerja konsumsi rumah tangga dan investasi yang baik," tutur Mahendra.

 

Meskipun begitu, dia menilai masih ada perlu dicermati yaitu kecenderungan pelemahan indikator terkini. Hal tersebut seiring dengan perkembangan optimisme konsumen, tren penurunan inflasi inti, dan berlanjutnya penurunan harga komoditas yang telah menekan kinerja eksternal Indonesia.

 

Dinamika perekonomian tersebut mendorong pelemahan pasar keuangan global baik di pasar saham, pasar surat utang, dan pasar nilai tukar. Selain itu juga disertai terjadinya peningkatan volatilitas pasar dan terjadinya outflow dari mayoritas pasar keuangan emerging markets, termasuk pasar keuangan Indonesia. Rahayu Subekti

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement