REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Indonesia Commodity & Derivatives Exchange Group (ICDX Group) melalui entitas besutannya yaitu Indonesia Climate Exchange (ICX) secara resmi memfasilitasi perdagangan perdana Renewable Energy Certificate (REC). Perdagangan REC perdana secara sukarela yang dijalankan ICX ini bersumber dari Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi dan juga Pembangkit Listrik Tenaga Mikrohidro.
Perdagangan perdana ini mencakup transaksi REC sejumlah 1,050 MWh, dengan harga pembukaan lelang Rp 35 ribu dan penutupan lelang di harga Rp 38 ribu, atau naik 8,57 persen. Perdagangan ini menjadi sebuah bukti bahwa pelaku pasar dapat memperdagangkan instrumen iklim berbasis pasar melalui platform yang efektif, efisien, terbuka, dan terbukti dari harga penutupan lelang yang semakin tinggi, didorong oleh permintaan yang meningkat
Renewable Energy Certificate (REC) merupakan sertifikat yang membuktikan bahwa produksi tenaga listrik per megawatt hour (MWh) berasal dari pembangkit listrik non-fosil, seperti pembangkit tenaga air, tenaga angin, tenaga surya, panas bumi ataupun pembangkit berbasis bioenergi. Perdagangan REC yang terjadi di ICX dapat menjadi sebuah solusi berbasis pasar untuk memberikan insentif ekonomi kepada para pelaku pasar dan investor energi terbarukan.
CEO ICDX Group Nursalam mengatakan, dengan menggunakan platform di ICX, pelaku industri akan diberikan kemudahan dalam hal akses pasar, serta perdagangan yang akuntabel dan transparan.
"Hal ini tentunya membuka ruang bagi korporasi untuk dapat melakukan transisi menuju operasional rendah karbon. ICDX Group akan terus mendorong upaya dekarbonisasi melalui demokratisasi perdagangan karbon. Harapan kami, tentunya apa yang telah kami jalankan ini, kedepannya bisa direplikasi untuk instrumen iklim lainnya seperti perdagangan karbon dengan skala yang lebih luas," katanya dalam siaran pers, Selasa (22/8/2023).
Nursalam menambahkan sangat mengapresiasi kepada pihak-pihak yang telah berpartisipasi dalam program dekarbonisasi melalui perdagangan REC ini. Hal ini menunjukkan bahwa tanggung jawab menuju rendah emisi karbon adalah tanggung jawab kita bersama.
"Untuk saat ini, beberapa korporasi yang telah berpartisipasi adalah PT Agrodana Futures, PT Phillip Futures, PT Victory International Futures, PT Magnet Berjangka Indonesia, PT Rajawali Kapital Berjangka, PT Handal Semesta Berjangka, serta beberapa entitas lainnya. Ke depan, kami akan terus mengajak berbagai pihak, untuk turut serta dalam program ini," katanya.
CEO Indonesia Climate Exchange (ICX) Megain Widjaja mengatakan terkait perdagangan REC sukarela ini, ICX telah melalui fase percobaan dan penyelarasan sesuai dengan standar global, baik dalam hal teknologi dan ekosistem. "ICX berkomitmen untuk terus mengembangkan ruang lingkup instrumen iklim lainnya agar dapat menjadi platform yang dapat dimanfaatkan bagi pemerintah dan para pelaku industri menuju operasional rendah emisi karbon," katanya.
Melalui transaksi REC ini, ICX dapat menjadi sebuah model baru penerapan perdagangan instrumen iklim khususnya perdagangan karbon secara luas dan mempercepat adopsi berbagai industri di Indonesia. Pengembangan terkait perdagangan instrumen iklim memerlukan sinergi antar pelaku dan pemerintah agar dapat mencapai target Nationally Determined Contribution (NDC) secara unconditional sebesar 31,89 persen dan target conditional sebesar 43,2 persen dengan mekanisme Business as Usual (BaU) pada 2030 dalam upaya penurunan emisi karbon. "Kami mengundang seluruh stakeholders untuk dapat bersama-sama melakukan upaya penurunan emisi karbon," kata Megain.
Renewable Energy Certificate (REC) berawal dari tahun 2014 dan semakin populer dikarenakan lahir gerakan RE100 yang dilakukan sekumpulan perusahaan besar dunia yang menargetkan konsumsi 100 persen listrik berasal dari energi terbarukan. Untuk tahun 2030 ditargetkan porsi energi terbarukan sebesar 60 persen, tahun 2040 sebesar 90 persen, dan 100 persen pada tahun 2050.