REPUBLIKA.CO.ID, NEW YORK -- Harga minyak mentah berjangka memperpanjang kenaikan mereka pada akhir perdagangan Rabu (12/7/2023). Kenaikan terjadi setelah pelambatan inflasi AS mendorong harapan bahwa Federal Reserve mungkin memiliki lebih sedikit kenaikan suku bunga untuk ekonomi terbesar dunia itu.
Minyak mentah berjangka West Texas Intermediate (WTI) untuk pengiriman Agustus terangkat 92 sen atau 1,23 persen, menjadi menetap di 75,75 dolar AS per barel di New York Mercantile Exchange. Minyak mentah berjangka Brent untuk pengiriman September bertambah 71 sen atau 0,89 persen, menjadi ditutup pada 79,40 dolar AS per barel di London ICE Futures Exchange.
Indeks harga konsumen (IHK) AS mencatat pertumbuhan tahun-ke-tahun sebesar 3,0 persen pada Juni, terendah sejak Maret 2021, menurut data yang dikeluarkan oleh Biro Statistik Tenaga Kerja AS pada Rabu (12/7/2023).
Perlambatan terus menerus dalam inflasi AS menyebabkan penurunan ekspektasi pengetatan moneter tambahan oleh Federal Reserve dan kekhawatiran dampak negatif pada konsumsi minyak.
"Ini adalah angka terendah sejak pandemi tetapi penting untuk diingat bahwa ini masih merupakan situasi sementara. Namun secara keseluruhan, para pedagang menyambut baik peristiwa ini," kata Naeem Aslam, kepala investasi di Zaye Capital Markets. menggambarkan angka inflasi.
Pedagang berspekulasi pada Fed yang kurang hawkish, yang bullish untuk minyak, kata Vladimir Zernov, analis pemasok informasi pasar FX Empire.
Zernov menambahkan bahwa laporan persediaan minyak oleh Badan Informasi Energi AS (EIA) tidak berdampak signifikan terhadap dinamika pasar.
Persediaan minyak mentah komersial AS membukukan kenaikan minggu ke minggu sebesar 5,9 juta barel minggu lalu, lebih tinggi dari ekspektasi pasar, menurut data yang dikeluarkan oleh EIA pada Rabu (12/7/2023).
Sementara itu, persediaan sulingan AS meningkat sebesar 4,8 juta barel pada basis minggu ke minggu dengan persediaan bensin turun sedikit.
Pasar memperkirakan satu lagi kenaikan suku bunga, tetapi pedagang minyak berharap itu saja. Suku bunga yang lebih tinggi dapat memperlambat pertumbuhan ekonomi dan mengurangi permintaan minyak.