Jumat 23 Jun 2023 15:29 WIB

Pengamat: Kereta Cepat Diproyeksi Baru Bisa Raih Profit Setelah 30 Tahun

Investasi sektor transportasi umumnya merugi pada masa awal operasional.

Rep: Dedy Darmawan Nasution/ Red: Friska Yolandha
PT Kereta Cepat Indonesia China (KCIC) melakukan uji coba operasional Kereta Cepat Jakarta Bandung (KCJB) dengan kecepatan 350 km per jam, Kamis (22/6/2023). KCIC baru profit setelah 30 tahun.
Foto: Republika/Dedy Darmawan
PT Kereta Cepat Indonesia China (KCIC) melakukan uji coba operasional Kereta Cepat Jakarta Bandung (KCJB) dengan kecepatan 350 km per jam, Kamis (22/6/2023). KCIC baru profit setelah 30 tahun.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- PT Kereta Cepat Indonesia China (KCIC) dipastikan bakal menelan kerugian pada awal masa operasi Kereta Cepat Jakarta-Bandung (KCJB). Pasalnya, diperlukan waktu agar masyarakat mengenal transportasi baru itu. Di sisi lain, kereta cepat juga dinilai tak dapat menggantikan transportasi lama yang sudah ada sebelumnya. 

Direktur Eksekutif Masyarakat Transportasi Indonesia (MTI) Deddy Herlambang menyampaikan, investasi dalam sektor transportasi umumnya memang akan mengalami kerugian pada masa operasional. Terlebih, pengelola transportasi juga harus melakukan masa sosialisasi dalam waktu panjang dengan memberikan keringanan tarif. 

Baca Juga

“Ketika awal operasi pasti semua investasi apa saja masih rugi, nanti laba bisa didapatkan setelah 30 tahun lebih beroperasi,” kata Deddy kepada Republika.co.id, Jumat (23/6/2023). 

Diketahui, operasional secara terbatas KCJB akan dimulai pada 18 Agustus 2023 mendatang hingga 1 Oktober 2023. Selama tiga bulan itu, penumpang akan digratiskan oleh KCIC sekaligus sebagai wadah sosialisasi. Namun, berdasarkan keterangan pemerintah, penumpang yang dapat menjajal secara gratis diprioritaskan bagi mereka yang tinggal di sekitar jalur KCJB. 

Deddy pun menilai, masa sosialisasi tiga bulan itu masih kurang. Apalagi, kereta cepat dengan rute Jakarta-Bandung saat ini belum begitu dibutuhkan oleh masyarakat. 

“Barangkali belum sangat dibutuhkan karena pilihan moda masih sangat banyak bila mau ke Bandung. Mungkin lima sampai 10 tahun lagi dibutuhkan bila jalan tol sudah penuh lagi,” ujarnya.

Ia pun menilai bila telah beroperasi normal, jadwal kereta cepat harus terintegrasi dengan LRT Jabodetabek sehingga memudahkan penumpang. Di satu sisi, tiket kereta cepat juga diharapkan bisa terintegrasi dengan tiket LRT agar penumpang hanya sekali bayar. 

Deddy menambahkan, bila nantinya KA Argo Parahyangan yang berangkat Stasiun Gambir, Jakarta ke Stasiun Bandung dihilangkan, pun tak akan membuat penumpang kereta api akan migrasi ke kereta cepat. Pasalnya, Stasiun Halim tempat keberangkatan kereta cepat yang jauh akan membentuk komunitas tersendiri. 

“Sementara KA Argo Parahyangan dihapus di segmen Gambir mereka akan pindah menggunakan travel yang lebih murah. Angkutan travel sudah banyak,” kata dia. 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement