Ahad 04 Jun 2023 16:31 WIB

Perkuat Ketahanan Pangan, Badan Pangan Terbitkan Pola Pangan Harapan

Pola Pangan Harapan mengedepankan keberagaman konsumsi pangan masyarakat.

Rep: Intan Pratiwi/ Red: Gita Amanda
Kepala NFA Arief Prasetyo Adi, mengatakan diterbitkannya Perbadan tentang Pola Pangan Harapan untuk ketahanan pangan. (ilustrasi).
Foto: Republika/Prayogi.
Kepala NFA Arief Prasetyo Adi, mengatakan diterbitkannya Perbadan tentang Pola Pangan Harapan untuk ketahanan pangan. (ilustrasi).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pemerintah melalui Badan Pangan Nasional/National Food Agency (NFA) terus mendorong peningkatan keberagaman konsumsi pangan masyarakat. Upaya tersebut salah satunya dilakukan dengan menerbitkan Peraturan Badan Pangan Nasional (Perbadan) Nomor 11 Tahun 2023 tentang Pola Pangan Harapan.

Kepala NFA Arief Prasetyo Adi melalui keterangannya, di Jakarta, Ahad (4/6/2023), mengatakan diterbitkannya Perbadan tentang Pola Pangan Harapan (PPH) bertujuan untuk memperkuat ketahanan pangan nasional yang mengedepankan keberagaman konsumsi pangan dan keterpenuhan gizi masyarakat.

Baca Juga

Menurutnya, penerbitan Perbadan sesuai tugas dan fungsi Badan Pangan Nasional dalam Perpres 66 Tahun 2021 serta sejalan dengan arahan Presiden Joko Widodo yang menekankan pentingnya pemenuhan gizi masyarakat sebagai upaya pengurangan stunting.

“Mengapa ini penting, karena konsumsi pangan yang beragam erat kaitannya dengan konsumsi pangan yang berkualitas, sehingga memenuhi angka kecukupan gizi dan energi. Selain itu, keberagaman konsumsi dapat menekan ketergantungan terhadap komoditas pangan tertentu, khususnya komoditas pangan yang masih mengandalkan impor,” ujarnya.

Arief menjelaskan, PPH merupakan suatu metode yang digunakan untuk menilai jumlah dan komposisi atau ketersediaan pangan. Hasil penilaiannya berupa nilai atau skor yang diperoleh melalui pengumpulan, pengolahan, dan analisis data konsumsi pangan sembilan kelompok pangan PPH.

“Kesembilan kelompok pangan PPH itu meliputi padi-padian, umbi-umbian, pangan hewani, buah/biji berminyak, minyak dan lemak, kacang-kacangan, gula, sayuran dan buah, dan aneka bumbu dan bahan minuman,” sebutnya.

Ia menambahkan, kesembilan kelompok pangan tersebut merepresentasikan 3 kelompok fungsi pangan bagi tubuh, yaitu sebagai sumber karbohidrat atau tenaga (padi-padian, umbi-umbian, minyak dan lemak, buah/biji berminyak, dan gula), sumber protein atau zat pembangun (pangan hewani dan kacang-kacangan), serta sumber vitamin dan mineral atau zat pengatur (sayuran dan buah).

“Idealnya tubuh harus mendapatkan asupan ketiga fungsi zat gizi tersebut dengan porsi seimbang atau masing-masing sebanyak 33,3 persen. Dengan dilakukannya penghitungan skor PPH setiap tahun, kita bisa mengetahui berada di posisi mana kualitas konsumsi pangan masyarakat Indonesia. Apakah sudah seimbang atau masih dominan pada satu kelompok pangan saja,” tambahnya.

Lebih lanjut, Arief mengatakan, Perbadan tersebut disiapkan sebagai pedoman bagi pemerintah daerah Kabupaten/Kota dan Provinsi untuk menilai jumlah dan komposisi pangan berdasarkan PPH di wilayahnya masing-masing.

“Sehingga setiap tahun pemerintah daerah bisa mengetahui bagaimana pola konsumsi masyarakat di daerahnya yang tergambar dalam skor PPH Kabupaten/Kota atau Provinsi. Untuk daerah, penetapan hasil penilaiannya dilakukan oleh pemimpin daerah masing-masing, Gubernur atau Bupati/Wali Kota, sedangkan di tingkat nasional penetapan dilakukan oleh Kepala Badan Pangan disampaikan kepada Presiden,” terangnya.

Selain memastikan proses dan hasil penilaian sesuai dengan target skor PPH yang dicanangkan, Arief menuturkan, Badan Pangan Nasional juga wajib melakukan monitoring dan pembinaan aktivitas penilaian jumlah dan komposisi pangan berdasarkan PPH di daerah. “Untuk target skor PPH Nasional mengacu pada RPJMN dan usulan dari Badan Pangan Nasional. Sedangkan untuk skor PPH Daerah mengacu pada RPJMD, target nasional, dan usulan Badan Pangan Nasional,” jelasnya.

Arief memastikan, dalam proses penilaian PPH ini pihaknya membentuk tim yang melibatkan unsur Kementerian/Lembaga terkait serta akademisi dan pakar. “Fungsi PPH ini sangat penting dan mendasar bagi tata kelola pangan kita. Ini juga (hasil penilaian PPH) dapat digunakan sebagai evaluasi situasi kebijakan konsumsi pangan. Selain itu juga sebagai dasar perencanaan konsumsi, penyediaan, dan produksi pangan, serta sebagai referensi penelitian dan pengembangan pangan nasional," terangnya.

Adapun Untuk skor PPH Indonesia tahun 2022 di angka 92,9 dari target 92,8. Dengan rincian padi-padian mencapai skor PPH sebesar 56,6 dari target Angka Kecukupan Gizi (AKG) ideal 50, umbi-umbian 2,6 dari target AKG ideal 6, pangan hewani 12 dari target AKG ideal 12, minyak dan lemak 11,9 dari target AKG ideal 10, buah/biji berminyak 0,9 dari target AKG ideal 3, kacang-kacangan 3,3 dari target AKG ideal 5, gula 3,4 dari target AKG ideal 5, sayuran dan buah 5,8 dari target AKG ideal 6, dan lainnya (aneka bumbu dan bahan minuman) 2,4 dari target AKG ideal 3.

“Angka ini menunjukkan kualitas konsumsi pangan penduduk Indonesia mengarah pada komposisi yang beragam, dan bergizi seimbang. Namun demikian masih ada over konsumsi padi-padian dan minyak lemak. Sedangkan untuk kelompok pangan seperti sayuran dan buah, umbi-umbian, dan kacang-kacangan konsumsinya harus ditinggatkan. Sementara untuk pangan hewani hasilnya sudah sesuai standar,” kata Arif.

Sementara itu, target skor PPH nasional pada tahun 2023 adalah 94,0 dan target 2024 adalah 95,2 dari skor PPH ideal 100. “Diharapkan dengan Perbadan tentang PPH ini dapat dilakukan percepatan penganekaragaman konsumsi pangan masyarakat termasuk juga pengentasan daerah rentan rawan pangan dan gizi serta pengurangan stunting. Saat ini yang pasti Pemerintah semakin serius terhadap gerakan penganekaragaman konsumsi pangan untuk pemenuhan gizi masyarakat,” ujarnya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement