REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- International Monetary Fund (IMF) menurunkan proyeksi pertumbuhan ekonomi global menjadi 2,8 persen dari 2,9 persen pada tahun ini. Hal ini disebabkan oleh prospek ekonomi dunia tahun ini telah meredup dalam menghadapi tingginya laju inflasi, kenaikan suku bunga, dan ketidakpastian akibat runtuhnya dua bank besar Amerika.
Seperti dilansir Euronews, Rabu (12/4/2023) IMF menyebut tingkat suku bunga yang tinggi melemahkan pertumbuhan ekonomi global.
“Kenaikan suku bunga melemahkan pertumbuhan, sehingga menyebabkan resesi, telah meningkat tajam terutama di negara-negara terkaya di dunia,” ujar Kepala Ekonom IMF Pierre-Olivier Gourinchas.
IMF, sebuah organisasi pemberi pinjaman 190 negara, memperkirakan inflasi global sebesar tujuh persen pada tahun ini atau turun dari 8,7 persen pada 2022 tetapi naik dari perkiraan Januari sebesar 6,6 persen pada 2023.
“Inflasi yang terus-menerus tinggi kemungkinan akan memaksa Federal Reserve dan bank sentral lainnya untuk menaikkan suku bunga dan mempertahankannya pada atau mendekati puncak lebih lama untuk melawan lonjakan harga,” ucapnya.
Menurutnya biaya pinjaman yang semakin tinggi itu diperkirakan melemahkan pertumbuhan ekonomi dan berpotensi mengguncang bank-bank yang mengandalkan suku bunga rendah secara historis.
“Suku bunga yang lebih tinggi mulai memiliki efek samping yang serius bagi sektor keuangan,” ucapnya.
Adapun dalam skenario alternatif berdasarkan tekanan sektor keuangan lebih lanjut, pertumbuhan global diperkirakan turun sekitar dua persen pada 2023. Hal itu hanya terjadi lima kali sejak 1970, terakhir ketika Covid-19 menggagalkan perdagangan global pada 2020.
IMF memprediksi pertumbuhan ekonomi Indonesia cukup tinggi. Indonesia tumbuh 5 persen, pertumbuhan ketiga terbesar setelah India dan Cina.
Berikut prediksi pertumbuhan ekonomi IMF pada 2023.
- India: 5,9 persen
- China: 5,2 persen
- Indonesia: 5 persen
- Nigeria: 3,2 persen
- Saudi: 3,1 persen
- Turkey: 3 persen
- Mexico: 1,8 persen
- US: 1,6 persen
- Spain: 1,5 persen
- Canada: 1,5 persen
- Japan: 1,3 persen
- Brazil: 0,9 persen
- Russia: 0,7 persen
- France: 0,7 persen
- Italy: 0,7 persen
- South Africa: 0,1 persen
- Germany: minus 0,1 persen
- UK: minus 0,3 persen